Hallo Selamat Tahun baru 2023
|
Selamat datang di puncak sunrise camp |
Bagaimana
penutup teman-teman di akhir 2022?? Wah… semoga perjalanan 2022 memiliki cerita
yang seru ya. Dan semoga tahun 2023 ini menjadi tahun yang lebih baik dan
banyak membawa berkah. Aamiinn
Perjalanan
2022 saya tutup dengan Hiking ke Gunung Prau di Dieng. Wah… kesempatan kali ini
benar-benar surprise karena sudah kangen sekali dengan aroma hutan dan tanpa diduga
saya bisa hiking lagi mengingat pendakian terakhir saya 2018 ke Gunung Merbabu.
Linknya ada disini.
Gunung Prau
merupakan salah satu gunung di dataran tinggi Dieng, Wonosobo dengan ketinggian
2590 mdpl. Walaupun ketinggiannya di atas 2000 mdpl, Gunung ini menjadi pilihan
banyak orang untuk pendaki pemula. Ada beberapa rute pendakian yang bisa dipilih
misalnya Via Dieng atau Via Pathak Banteng. Untuk rute pendakian tercepat, via
Pathak Banteng bisa dipilih sebagai permulaan.
Well… Kali ini saya di temani Emon. Jadi perjalanan
saya dimulai dari Tulungagung ke Surakarta menggunakan Kereta Api Brantas
ekonomi dengan harga tiket Rp 160.000,- . Sampai Surakarta nginep di kosan Emon
baru esok paginya sekitar pukul 10.00 kami berangkat ke Dieng menggunakan sepeda
motor. Rute yang kami pilih Surakarta – Boyolali – lewat Selo (jalan diantara
gunung Merapi dan Merbabu) – Magelang – Temanggung –Tambi (Kebun the dilereng
Gunung Sindoro dan Gunung setlerep) - Wonosobo – Dieng. Kurang lebih lima jam
perjalanan kami. Sumprit pantat rasanya tepos.
Untuk pemandangannya
jujur ya,.. jalur ini luar biasa. Diawali
dengan pemandangan Gunung Merapi dam Merbabu yang megah diawal perjalanan kami.
Kemudian disambung dengan pemadangan Gunung Sindoro yang megah dengan puncaknya
yang bekabut dan melewati kebuh teh Tambi yang spektakuler kemudian disusul pemandangan
di samping Pegunungan Setlerep. Oww ya baru kali ini saya melihat kemegahan
Gunung Sindoro yang membut nyali saya menciut. Beda sekali dengan gunung
lainnya. Pemandangan masih dilanjut lagi dengan puncak sejora diantara megahnya
Dataran tinggi Dieng dengan kanan kirinya tanaman sayuran kentang. Josshhhh..
pokoknya.
|
salah satu pemandangan ketika berangkat, Merbabu visa Selo |
|
Sekaligus Gunung Merapi di sisi Kiri |
|
belakang saya Gunung Merbabu |
|
dan juga Gunung Merapi |
|
Petani kentang di lereng Merapi
|
|
Jalur Selanjutnya, pemandangan Gunung Sindoro |
|
Kurang lebih jalurnya berkelok - kelok |
|
Puncak Setlerep |
|
Kebun Teh tambi di lereng Gunung sidoro
|
|
|
Sampai di Pos perijinan Pathak Banteng sekitar jam setengah empat sore, kami melakukan registrasi dan sesaat kemudian hujan deras datang. Oww ya, untuk pendakiannya tidak seketat gunung lainnya. Yang wajib dibawa, tiap orang harus membawa sleeping bag masing masing, tenda dan bekal yang cukup. Untuk registrasinya, dua orang kena biaya Rp 55.000,-
Di basecamp perijinan, sambil menunggu hujan reda, kami berkenalan dengan beberapa pendaki lain. Kebetulan bertepatan dengan libur natal, jadi cukup lumayan rame kala itu. Ada satu keluarga dari Boyolali yang juga mengisi liburan. Karena saya cuma berdua dengan Emon, Devina dan ayahnya menawarkan kami untuk berangkat bersama-sama mengingat kami harus naik malam hari. Jam 8 malam kami mulai menapaki tangga demi tangga Gunung Prau.
Dari Basecamp ke post 1 bisa menggunakan ojek motor. Tapi kami memilih jalan kaki sebagai pemanasan awal melewati jalan menanjak yang tertata batu seperti mau diaspal. Pos 1 ke Pos 2 medannya berupa tangga yang kanan kirinya tanaman kentang dan view rumah penduduk masih terlihat. Pos 2 ke Pos 3 jalurnya berubah menjadi akar akar pohon dan menanjak. Pos 3 ke sunrise camp medannya berupa tanjakan tangga yang kanan kirinya sudah tertutup pohon cemara. Mungkin jika cuaca cerah, bintang di langit terlihat, namun kala itu yang ada badai dan kabut tebal yang lewat. Dingin banget rasanya.. Bbrrr…
Sampai di Sunrise camp sekitar pukul sebelas malam dan suasanya masih berkabut dan sudah penuh dengan tenda. Kami segera memasang tenda karena hawanya duingin banget dan berkabut. Rasanya pingin segera buka sleeping bag mengingat penjalan kami yang cukup membuat punggung lurus rasanya dan berharap banget besok cuacanya bisa cerah.
Esoknya…. Tara.. bukannya view yang ikonik itu yang kami dapat tapi sampai pukul dua belas siang badai tak kunjung reda. Hikss.. nangis saya rasanya. Dan kami harus segera turun agar tidak kemaleman di jalan. Berat rasanya kami turun tapi mau gimana lagi ya.. mungkin suatu saat nanti kita diberi kesempatan lagi kesana buat dapat view yang ikonik itu.
Badai dan kabut tetap menemani kami sepanjang perjalanan turun gunung. Kadang saya juga oleng terbawa angin saking banternya angin berhembus. Tapi ndak papa.. disnilah keseruannya. Apalagi jalan yang licin penuh dengan tanah lempung, ya kadang kepleset, ya kadang kedinginan. Seru pastinya.
Di peretengan jalan, antara pos 2 ke pos 1 ada warung buka dan rame banget dengan pendaki. Saya lirik ada semangka merah yang sueger sepertinya. Walaupun kondisi hujan badai yang dingin, melihat semangka merah seger sepertinya. Hahha… apalagi disana ada juga gorengan khas Dieng Tempet Kemul dan manisan khas Carica yang dingin alami tanpa di kulkas. Sumprit Top markotop. Oww ya.. Btw tahun 2016 saya diberi kesempatan ke Dieng dengan teman-teman kuliah saya tulis disini.
Sebelum pulang, kami sempet mandi dengan airnya yang dingin, oww jangan salah ada juga yang menyewakan air hangat. Tak lupa kita membeli oleh oleh khas Dieng, Manisan Carica dan kentang khas Dieng. Okey.. itulah cerita saya sebagai penutup tahun 2022, Cerita yang sangat mengesankan. Trimakasih tahun 2022 untuk ceritanya. Dan semoga tahun 2023 juga bisa membuat cerita yang tak kalah seru.
|
Berangkat ke pos perijinan
|
0 komentar:
Posting Komentar