1. Horror di Jakarta 
Ada yang pernah denger mbak kunti lagi menyanyi??? Sepertinya saya pernah mendengarkannya dua kali deh... atau lebih ya.. saya yang lupa yang pasti inget ada dua.
cerita ini terjadi ketika saya kerja praktek di Jakarta tiga tahun yang lalu. Kebetulan letak kantornya berada di Jakarta pusat di depan halte trans Harmoni. satu bulan sebelumnya sudah ada teman saya yang praktek disana, sehingga   saya melanjutkan kostnya yang lebih murah dibanding tempat lainnya. letaknya pun juga tak jauh dari kantor tempat praktek.  Sejujurnya itu adalah pertama kalinya saya pergi ke JKT. Duh rasanya seperti orang hilang apalagi tak ada sanak saudara disana.
Saya sempat bertemu satu minggu dengan teman saya. Karena kebijakan kantor hanya menerima satu orang kerja praktek sehingga kami tak bisa praktek dalam waktu yang sama. Sebelum  pulang ke Jawa Timur, ia sempat memberi tahu saya kalau jangan dimatikan lampunya jika tidur. Katanya, ia sudah melihat sesuatu yang menakutkan. Waduh..,, kok kayak ada yang horror begini rasanya, apalagi sebentar lagi saya tinggal sendiri disini selama satu bulan kedepan.
Malam hari pertama setelah saya ditinggal pulang, suasananya masih biasa. Saya masih bisa tidur nyenyak. Baru.. malam yang kedua, tiba-tiba saya tak bisa tidur pukul dua belas malam. Jedarr... tak tau kenapa rasanya saya tiba-tiba terbangun segar dan sulit sekali tidur. ,Bolak balik badan, baca-baca internet, dengerin musik, tetep saja tak bisa tidur... sampai kira kira pukul setengah empat pagi. Tiba-tiba saya mendengar suara bergumam lirih. Syukurlah, masjid mulai berkumandang, pikir saya. Tapi semakin lama kok suaranya semakin aneh.. suaranya cewek tapi kayak mengaji tapi juga kayak menangis. Pokoknya ndak jelas gitu... lama-kelamaan saya baru sadar kalau ada yang tidak beres. Nah diwaktu itu juga jendela kamar saya yang tepat pinggir jalan tiba-tiba ada yang melempar sesuatu. “Jedaggg” suaranya lumayan mengagetkan saya. “hiaaa apaan tuh” saya langsung kakau terdiam sambil berfikir itu orang apa..?. Anehnya, jika itu dilempar orang pastinya ada orang berjalan di gang depan. Tapi nyatanya dari tadi saya sama sekali tak mendengarkan orang berjalan. Duhhh... kenapa harus bertemu di moment seperti ini sih... saya komat-kamit baca doa agar suara itu semakin menghilang tapi kok ya tak kunjung reda.  Sampai akhirnya saya benar-benar mendengar sola-sola subuh yang beneran dari masjid, baru setelah itu saya bisa tidur tenang.
Ehh btw suara siapa ya yang bergumam ndak jelas itu?? ada yang tau siapa dia..
Beberapa hari setelah saya tinggal disana, saya baru sadar kalau tepat sebelah rumah kost adalah rumah kosong tak perpenghuni yang kotor kumuh dan menyeramkan benar-benar tak turus dan tak ada lampunya.. tau kayak gitu pasti saya ndak pingin ngekost disana.
Nah kalau di akhir pekan pun saya biasanya pergi ke kostnya mbk Citra yang sama-sama di jakpus. Kebetulan mbk citra ini punya six sence yang saya juga baru tahu kemarin. Padahal sewatu di Surabaya pun, saya sempet satu kamar dengannya selama enam bulan.
Oww ya ngomong-ngomong soal kamar kost d jakarta, beneran deh horror suasananya. kamarnya bersekat triplek, kasur busa di lantai, campur cewek cowok, ukurannya 150x2.5 dan kadang bau. Saya ndak tau apakah ini dari got (ya tau sendirikan gotnya kayak apa) atau ada sesuatu yang lain. Kadang kala bau di kamar itu anyir-anyir ndak enak gitu rasanya.
Nahh, sewaktu saya main ke kostnya mbk citra. Katanya, ada yang mengikutiku dari kost. Bahkan badan mbk citra sampe ndak kuat dan panas. Hiaaa apalagi juga ini, saya ndak tau apa-apa. Katanya mbk citra wajahnya berdarah-darah. (duh sepetinya saya ndak bisa menceritakannya disini ya, ndak tega). Intinya seperti mbk citra melihat flasback tentang kejadian masa lalu. Saya pernah mendengar cerita juga kalau kadang “mereka” itu mengulang kejadian demi kejadian di jaman mereka. diperlihatkan seperti  gerakan seperti berulang. Mungkin hanya untuk memberi tau apa yang terjadi dulunya. Sampai saya memegang mbk citra yang memang panas sekali badannya. Sudah mbk citra jangan diterusin, saya ndak ngerti apa-apa kalau terjadi sesuatu.

2. Diganggu di Lab Bahan 
Cerita ini terjadi ketika saya memperjuangkan titik terakhir untuk menghilangkan status mahasiswa menjadi manusia biasa. Hehe #maap agak alay. Terjadi sekitar bulan agustus 2016 dimana saya terancam tidak lulus waktu itu. Tapi karena kebaikan hati dosen pembimbing saya yang sebenarnya saya takut juga kalau bertemu beliau akhirnya saya diluluskan dengan terpaksa. Wkwkw Horee.. Trimakasih ibu. Itupun juga saya harus mengalami kejadian yang cukup lumayan horror di lab. Ya.. mau gimana lagi ya hanya tinggal saya dan satu teman saya yang ketinggalan. 
Waktu itu kami janjian ke lab sekitar pukul setengah tujuh setelah magrib. Kalau tidak salah mbaknya sudah di lab terlebih dahulu baru saya menyusul ke lab. Dan waktu itu adalah malam kamis. Lab kami terletak di lantai dua yang waktu itu sudah sepi anak-anak yang mengerjakan tugas akhir. Jadi serasa sepi sekali. Lab terdiri dari tiga ruang yang disekat. Ruang dosen pembimbing yang selalu terkunci dan jarang sekali dibuka. ruang asisten yang terdapat komputer dan lemari untuk menyimpan alat dan gelas ukur dan ruang depan tempat meletakkan oven, Furnace atau (tungku pembakaran) dan beberapa kursi yang beroda.  Antara ruang asisten dan ruang depan hanya dibatasi oleh kaca tembus padang. Jadi kita bisa memantau aktifitas yang tejadi di ruang depan. Waktu itu kami sudah fokus pada kerjaan kami masing-masing sambil menyalakan youtube biar ada suaranya dan ndak sepi-sepi amat. Sekitar pukul delapan gangguan mulai berawal. Semula, mbk sisil lihat seseorang berjalan di ruang depan. “No, ada orang ya di depan, kok aku lihat ada orang jalan ya tapi kok cepat??” “Ndak ada mbk, Cuma kita berdua dari tadi”. Setelah itu kami fokus lagi.
Berikutnya giliran saya yang melihat, sekilas di ruang depan seperti ada sesorang sedang lewat. Seperti mahasiswa yang inceng-inceng mencari asisten. Saya cek ke ruang depan barang kali memang ada orang. Tapi nyatanya kosong, sepi hanya kami berdua. Lab energipun yang bersebelahan dengan lab bahan waktu itu juga terkunci rapat. Nah.. perasaan kami mulai ndak enak sepertinya memang ada sesuatu yang tidak beres tapi kami harus tetap bertahan demi untuk segera lulus. Menit-menit berikutnya ketika kami mulai fokus lagi dengan pekerjaan kami. Suara kursi beroda di ruang depan mulai terdengar. Seperti ditarik atau didorong suaranya dan mulai gaduh di ruang depan. Sedangkan kami sadar kalau tidak ada orang di ruang depan.  Kami berusaha cuek dan fokus dan berfikir positif saja. Menit berikutnya giliran suara oven dibuka. “Krieet..krieet”  memang seperti ada seseorang yang sedang membuka oven dan Furnace. Suara di ruang depan itu seolah kayak mahasiswa sedang pratek sesuatu. Mulai dari oven, kursi, suara gelas ukur bertatapan. Duhhh kok semakin parah gini.  Mbak sisilpun juga semakin khawatir dan takut begitu juga dengan saya. Hahaha.. dia juga bolak balik ngecek ke ruang depan. Tetap sama tak ada orang. Padahal itu masih jam setengah sembilan yang menurut kami juga masih sore. Karena semakin ndak enak juga, rasanya kami memutuskan untuk pulang saja. Mungkin kami disuruh istirahat sesaat. Hihihi.. nah di menit-menit kami berkemas memasukkan laptop duhh rasanya semakin ndak enak. Pake lihat tali bergoyang sendirilah.. duhh ada-ada saja. Sewaktu kami mau menutup pintu lab yang dua lapis pintu dengan kondisi dalam lab yang gelap.. hikss saya pingin tutup mata saja. sepertinya kayak ada sesuatu didalam dan pingin segera menyelesaikan ngunci pintu. Tapi kok sulit sekali dan terasa lama ya ngunci pintunya.... 

               3. Bayangannya Berjalan Sendiri
Cerita kali ini mungkin ketika saya awal masuk SMA. Ketika itu, ibu saya menerima tamu jam satu malam namanya bu Wiwik. Nah saat itu saya di suruh untuk membuatkan teh hangat. Jarak antara ruang tamu dan dapur dibatasi oleh ruang tv, ruang tengah yang lumayan luas dan taman yang ditumbuhi pohon mangga dan posisinya terbuka. Jadi kita bisa melihat bintang kalau malam hari. Lampu yang hanya dinyalakan adalah lampu kamar mandi dan dapur. Jadi untuk menuju ke dapur dari ruang tamu saya harus melewati ruang tv, ruang tengah, taman, ada ruangan terbuka di sebelahnya kolam baru belok ke kanan dapur. Bisa di bayangkan kan? Nah setelah saya menyalakan lampu diruang tengah, saya memakai sandal akan menuju ke dapur. Tepat di depan saya (waktu memakai sandal) adalah tembok ruang terbuka yang biasanya digunakan untuk meja makan sekaligus makan waktu keluarga ngumpul semua. Nah melihat tembok itu, saya jadi agak sedikit ragu untuk pergi ke dapur. Posisinya itu sebelah kiri ruangan terbuka adalah kolam tanpa lampu yang saya ndak tau kenapa di situ terasa gelap sekali dan sebelah kanannya adalah tembok dapur.  Ndak tau kenapa tiba-tiba saya jadi takut. Saya melihat bayangan saya di tembok yang terpacar dari cahaya ruang tengah.  Kemudian saya gerak-gerakkan tangan, bayangan di tembok mengikuti gerakan saya. Saya gerakkan kaki, bayangan di tembok juga ikut bergerak. Setidaknya saya merasa tenang kalau itu memang bayangngan saya. Nah, saya berhenti menggerakkan tangan,  posisi saya berdiri dan akan saja mengangkat kaki (belum melangkah ya) bayangan di tembok tiba-tiba berjalan sendiri ke arah kanan menembus dinding dapur. Padahal saya sama sekali belum melangkah. Lhoo..,  saya separonya ndak percaya apa yang saya barusan lihat. Itu bayangan siapa coba yang barusan berjalan. Sontak saya langsung lari lagi ke ruang tv saking kaged. Ehh kaged apa takut ya. 


ini adalah kolam di rumah yang kalau siang anginnya bikin ngantuk

 4. Wedon di belakang kelas SD
Cerita ini ketika saya masih masih SD. Nah siapa yang dulu waktu SD mainan krempyeng (tutup botol yang jumlahnya lima). Dan saya adalah salah satu anak yang mengoleksi benda tersebut. Masih ingetkan kalau dulu di SD ada yang jualan sari buah yang warna warni. Nah biasanya bekas tutupnya kan juga dibuang disana aja kan. Waktu itu hari minggu, sekitar pukul sembilan pagi saya dan Ulfa (temen main saya) berencana mencari tutup botol itu di belakang SD (tempat biasanya jualan sari buah). Nah kami membawa sepeda kecil menuju lorong di antara dua kelas menuju belakang gedung. Sewaktu kami sibuk mencari tutup botol itu, tiba-tiba saya melihat ada bayangan putih ditembok. ya mungkin karena masih anak-anak ya, saya perhatikan saya sambil sesekali melihat tanah mencari tutup botol. Namun, semakin lama bayangan putih itu semakin tinggi dan membesar sampe saya menaikkan kepala melihatnya dan berubah menjadi hitam menakutkan. Saya yang barusan sadar jika tidak beres dan menjadi ketakutan, segera menggeret ulfa untuk  berlari. Klo tidak salah,  sambil menuntun sepeda, kami segera lari terbirit-birit. Baru di depan gerbang saya tanya si Ulfa apakah dia melihat apa yang saya lihat. Tapi anehnya, ulfa sama sekali tidak melihat apa yang saya maksud. Bahkan dia bingung kenapa tiba-tiba saya menggeretnya berlari. Ow ya btw baswe, cerita dengan ulfa ini masih berlanjut ya sepuluh tahun kemudian ketika kami pergi ke pantai. Tunggu ya.. (ehh btw apa ya biasanya sebutannya di masyarakat, kalau tidak salah namanya Wedhon)


               5. Den Ayu Penghuni Rumah Bude
Jadi kali ini saya bercerita tentang den ayu yang juga menghuni rumah bude saya. Rumah bude saya sebenarnya di komplek perumahan. Tapi namanya juga perumahan kan pastinya dulu juga bekas rawa-rawa yang di-urug jadi perumahan. Memang denger-denger sih dari bude saya disana juga ada makhuk dari dimensi lain yang sudah menghuni lama sebelum tanah itu berubah jadi perumahan. Ya ibaratnya setiap tempat pasti adalah yang nunggu mungkin dari dimensi lain. Nah waktu itu saya SMP kalau tidak salah sedang liburan sekolah dan main ke rumah bude. Nah kita (para keponakan) tidur di depan tv bareng-bareng. Antara ruang tv dan dapur itu dibatasi oleh jendela kaca dan pintu jadi kita bisa melihat meja makan dari jendela. tiba-tiba pukul satu saya terbangun yang benar-benar byarr langsung segar. Kalian pernah kan pasti tanpa alesan tengah malam terbangun dan langsung segar dan ndak ngantuk sama sekali. Nah, tak sengaja atau hanya kebetulan ya, posisi saya tidur adalah menghadap jendela yang terlihat meja makan. Karena kacanya tembus pandang, saya melihat ada sosok perempuan berbaju merah berambut panjang lewat  di samping meja makan. Saya kira itu bulek saya mungkin yang sedang ambil minum. Tapi sesaat kemudian, perempuan itu berjalan menembus kulkas dan kemudian menghilang. Baru setelah itu, saya sadar kalau itu bukan lagi manusia. Hiaaa. Duhh rasanya saya pingin segera tidur lagi, ndak pingin lihat lagi yang aneh-aneh lagi. Esoknya ketika semua pada berkumpul untuk masak pagi, saya bertanya pada bude dan bulek barangkali siapa yang tadi malam ke dapur. Dan ternyata beliau semua tak ada yang pergi ataupun yang memakai baju merah. Kalaupun ada yang ke dapur pasti pintu ruang TV terbuka. Tapi saat itu pintunya masih tertutup rapat.


6. Nenek Tua Perumdos 
Cerita ini terjadi ketika awal saya menjadi mahasiswa baru. Waktu itu, saya lupa darimana, yang  pasti saya membonceng temen saya melewati perumdos kampus. Kampus kami ini sepertinya dulunya rawa dan masih horror hingga sekarang. Apalagi tentang perumdosnya yang sepi, banyak ditumbuhi pohon yang besar-besar, dan banyak rumah yang kosong dan gelap kalau malam.
Malam itu sekitar pukul tujuh kalau ndak setengah delapan. Saya lupa tepatnya.  Dan kondisi hujam gerimis, kami melewati perumdos menuju dalam kampus. Waktu itu jalan yang kami pilih adalah jalan depan Univ Hangtuah. (kayaknya sekarang portalnya ditutup deh). Sambil membawa motor pelan-pelan dan sesekali menghapan spion kami melewati perumdos. Nah, sambil menyetir dan ngobrol dengan teman, saya melihat nenek tua (rambutnya kalau tidak salah menutupi wajahnya) bawa tongkat dengan badan sedikit membungkuk  berjalan pelan disebelah kiri. Sesaat itu saya tak peduli sih. Mungkin saja memang warga perumdos yang lagi jalan-jalan.  Tapi setelah saya lihat spion, “Jedarr” bayangan nenek itu sudah tak ada. Jarakpun saya kira belum jauh dan jalannya masih lurus. Saya tengok lagi kesepion barang kali memang salah lihat. Namun tetep saja tak ada.
Sambil ngobrol, saya tanyak ke temen saya  barang kali juga ia melihat nenek lewat di sebelah kiri. Tapi tau ndak apa jawabannya, ia sama sekali tak melihat nenek lihat dari tadi. Padahal posisi ia diboceng adalah duduk menghadap kiri. Lhoo.. trus siapa dunk yang saya lihat tadi.

7.  Bayangan di lantai 4
Cerita ini terjadi ketika saya sering begadang di Lab untuk ngebut Tugas Akhir saya agar segera lulus. Waktu itu, saya sedang downnya mengerjakan dan butuh refreshing. Nah sekitar pukul 11 malam saya diajak zuhar (temen saya yang sering tidur di lab) untuk naik ke lantai 4. Ya barang kali lihat bintang dan curhat bisa sedikit melegakan. Lantai 4 gedung kami memang jarang sekali dipakai. Adapun lampu juga satu dua dan lebih sering gelapnya. Waktu itu kai memilih balkon tanpa atap yang terletak dipaling ujung. Jadi kami masih sedikit kesinaran dari lampu parkiran. Kami duduk diatas semen dan disebelah tangki air. Zuhar berada dikiri saya dan kirinya zuhar adalah batas lantai empat terjun ke bawah. Yaa.., walaupun dibatasi besi penghalang  tapi ibaratanya masih bisa terjun kebawah kalau ceroboh.  Tiba-tiba ditengah pembicaraan zuhar menghentikan ceritanya. “sebentar No, kok ada bayangan orang ya dibelakangmu. Dari tadi berdiri dibelakangmu”. Hiaa.. saya yang panik dan spontan langsung saya lari ke kiri zuhar dan hampir saja terjun ke lantai dasar. Kalapun tangan saya tidak dipegang zuhar mungkin saya sudah terjun ke lantai dasar. Bagaimana tidak panik, wong dari tadi Cuma ada kami ber2 diatas dan tiba-tiba ada orang dibelakang saya. Siapa coba... kalau ada orang beneranpun. Pasti saya sudah mendengar dari tadi suaranya.
Turun dari lantai 4 menuju ke lab, tiba-tiba zuhar menarik tangan saya. Ia bilang “ada “mumun” di depanmu dan hampir saja kamu tabrak’. Alamakk.. apalagi ini.  


8. Suara bergumam di Sarean
Cerita ini terjadi sekitar tahun 2016.. Kala itu saya dan adek saya Emon berencana ziarah ke makam kakek dan buyut di daerah ringinpitu. Waktu itu kami berangkat sekitar jam dua siang. Biasanya sih, Emon ini penakut. Tapi tak tau kenapa saat itu saya dan Emon berani ke pemakaman walapun Cuma berdua. Ya walapun makam kakek letaknya tak masuk ke dalam amat (hapir di depan) tapi pemakaman ringinpitu merupakan komplek makam yang sudah lama dan banyak rumah-rumahan gitu. Jadi kesannya gelap dan creepy. Sebelah makam kakek ada pohon jati yang cukup tua. Kata emak (nenek) pohon jati itu ndak boleh ditebang. Padahal jika ditebang paling tidak mengurangi suasana horrornya. Apalgi makam yang cepet banget ditumbuhi semak belukar dan ilalang. 
Waktu itu kami tidak membawa peralatan kerja bakti. Jadi kami hanya membersihakan rumput sebisanya tanpa bersih semua. Dan setelah itu kami kirimkan doa. Dan dipertengahan kami membaca doa. Tiba-tiba saya mendengar suara perempuan (apa anak kecil ya) bergumam lirih ndak jelas. Saya pikir sola-sola masjid mau ashar, ya sedikit tenang rasanya sambil melanjutkan berdoa. Suaranya itu kayak bergumam ndak jelas, kayak mengaji tapi kayak menyanyi. Ndak jelas gitu pokoknya. (btw waktu itu suasana makam sepi tanpa apa peziarah lainnya selain kami)
Saya ndak tau juga apakah Emon mendengarnya ato tidak. Tapi kalau dilihat diri gelagatnya sepertinya ia juga menahan takut. Nah,, tiba-tiba ditengah suasana yang tanda tanya itu,  ada katak lompat di kaki kiri saya (maklum suasananya kan lembab gtu. Jadi pasti banyak hewan2). Spontan saya langsung teriak dan berdiri..  “Aaa..”” sambil beranjak berdiri dan menunjuk kaki kiri saya. Emon yang panik melihat tingkah saya langsung memeluk kaki saya sambil berkata “bismilah,, bismilah” dan mengibaskan tangannya ke kaki saya. Dikiranya Emon saya teriak karena  hantu nempel, sedngkan dia sendiri bingung bagaimana cara mengusirnya. Akhirnya dipeluknya itu kaki saya barangkali hantunya bisa pergi. Padahal kan saya teriak kerana ada katak yang meloncat di kaki saya. Konyol banget dah pokoknya kejadian waktu itu. Tapi, diperjalanan pulang saya tanya si Emon, apakah ia mendengar suara perempuan yang bergumam, dan ternyata tidak. Yelahh.. kenapa terulang lagi.. 

              9. Nyungsep 
Cerita ini terjadi ketika saya masih SD. Saat pulang sekolah atau hari libur, biasanya rumah saya ramai bocah-bocah bermain. Terutama di halamannya yang suaranya pasti kemriyek antara jeritan dan tertawa. Halaman rumah sebenrnya ndak terlalu besar sih. Mungkin cukup untuk parkir dua mobil. Kala itu juga masih ada satu pohon jambu yang teduh, jadi cukup lumayan seru untuk bermain. Kadang kala kami juga kasti yang sering kali bolanya natap kaca jendela kalau tidak terlempar masuk rumah tetanggga. Untung aja, ndak pecah kacanya.
 Waktu itu sepeda sepupu saya baru. model spedanya itu sepeda sport yang bisa buat bonceng di depan (yang depan ada palangannya ). Nah waktu halaman rumah sudah ramai, saya menjemput si Ulfa untuk main bareng. Kalau tidak salah, Ulfa bagian belakang yang mengayuh sepeda sedangkan saya di depan yang pegang setir. Nah,, mungkin lagi gaya2nya bocah cilik yang baru bisa belajar sepda ya, saya dan Ulfa lewat depan rumah sambil sok-sokan menyapa teman2 yang lagi asik main di halaman. “Daadaaaaa... “ sapa kami sambil melambaikan tangan dengan pringas-pringis  tanpa melihat arah depan. Sesaat kemudian “ Blungg...” ban depan sepeda nyempung di got depan rumah. Begitu juga dengan saya dan ulfa juga nyungsep. alhasil kami malahan yang diketawain sama anak2 lain.


10. Mbak Cantik Di Laut Lepas
 Cerita ini terjadi sekitar awal saya maba. Waktu pulang kampung, saya janjian denganulfa untuk dolan bareng. Nah waktu itu tujuan kami adalah pantai popoh (pantai yang dulu sempat booming, tapi sekarang mungkin kalah pamor).
 Tiba di reco sewu, kami sempat mampir di laut bebas air terjun ikan paus. namun sepertinya lebih tepat disebut tempat pelarungan abu jenasah (nanti saya posting fotonya). Waktu itu kalau tidak salah tepat setelah purnama, jadi ombaknya luar biasaaa dasyat. Apalagi laut lepas samudra Hindia yang sudah sangat terkenal oleh ombaknya. tepat sebelah kiri tempat pelarungan abu itu terdapat gua yang terbentuk dari karang. Sebenarnya bukan gua sih. Kayak karang yang tersusun tinggi rapat dan atasnya ditutupi pohon dan semak. Tapi benar-benar gelap dalemnya. Sepertinya juga, didalam gua itu bnyak cekungan-cekungan tapi kami tak bisa melihat karena memang gelap. Di ujung gua adalah laut lepas dengan ombak yang spektakuler.
Waktu itu, atau memang kebetulan, Suasananya sepi banget. Hanya ada saya dan ulfa. Kamipun memang berencana masuk ke gua. Ya, sekalian lah mumpung disini juga harus dikunjungi. Oh ya, btw di sekitar tempat pelarungan jenasah ini aromanya kombinasi antara kemenyan dan dupa. Ya,, teman-teman bisa banyangkan sendiri ya gimana.
Sewaktu saya masuk gua pun, saya mencium sesuatu yang beda, kayak kemenyan tapi juga kayak bunga sedap malam tapi juga bunga arum dalu. Yang pasti bukan bau kemenyan murni dan lebih harum. Mungkin saya pikir wangi2 minyak misik bekas ritual. Tanpa pikir macam-macam saya tetep masuk aja dalam gua itu. Sebenarnya sewaktu pertama kali masuk pun saya sudah cukup merasa aneh sih.
Ketika di dalam gua (tepat di tengah gua) saya mengeluarkan kamera untuk dokumentasi. Sedangkan si ulfa sudah berada di ujung gua melihat laut lepas. Saya santai aja sambil motret-motret sekilas. Nah, tiba-tiba di layar LCD kamera nampak seorang perempuan berbaju putih (ada kombinasi ungunya juga),  berdiri tepat di depan pintu masuk gua. “Lhoo..” langsung saat itu juga, saya reflek melihat lokasi perempuan itu berdiri. Tapi ternyata, tak ada perempuan yang disana. “Jedarrrr.. “ rasanya bulu kudu saya langsung berdiri. Saya langsung memanggil Ulfa untuk  segera pergi, “Fa,, ayoo ndang ngalehh.. enek sing ngadeg dikono..”. (fa ayo buruan pergi. ada yang berdiri disana)  Ulfapun juga langsung nangkap apa yang saya maksd. Tapi jalan satu-satunya untuk keluar adalah kami harus melewati tempat perempuan itu berdiri. Jadi, ibaratnya kami harus menembus itu perempuan untuk keluar dari gua. Dengan mata terpejam dan tangan saya ndak lepas dari tangan ulfa kami berjalan mindip-mindip nembus itu perempuan. Nah,, anehnya foto yang tak sengaja kejepret itu berubah jadi hitam semua dengan meninggalkan cahaya putih tercoret di tepi.... 
foto ini diambil ketika saya bermain dengan ulfa. tepat pipa besar itu adalah temoat pelarungan abu 

              11. keracunan Rambanan
Cerita ini terjadi baru-baru ini. Terjadi di komplek perumahan bude saya. Anggap saja ini percakapan antara Bu A dengan Bu B. Di suatu pagi saat olahraga jalan-jalan (biasakan sambil mlaku-mlaku, emak2 ngrumpi) bu B berkata pada Bu A kalau tanaman “itu” bisa dimakan. Katanya dulu waktu kecil bu B pernah makan makanan itu. Katanya sih tanamannya sejenis bayam jadi bisa dimakan, memang kalau dilihat bentuknya mirip daun bayam. Alhasil, pulang dari mlaku-mlaku bu A ngramban tanaman ( yang mirip bayam) itu untuk di urap. Ya barang kali aja bisa dibagikan ke tetangga sekitar.
setelah diolah, dimasak dan dimakan. Tiba-tiba bu A merasa pusing-pusing dan mual. Dikit-dikit ke kamar mandi. Baru setelah agak sore Bu A tahu kalau seluruh anggota keluarga termasuk rewangnya juga merasakan hal yang sama. Pusing mual. Nah.. baru sesaat itu Bu A sadar jangan-jangan gara-gara makan urap itu. Bisa jadi demikian. Untung saja, urapnya belum dibagikan ke tetangga. Klo dibagikan mungkin bisa jadi masuk berita. “Satu gang komplek perumahan keracunan gara-gara  makan rumput”.


              12. Pria Penembus Pintu 
Cerita ini terjadi ketika saya... mmm... Awal SMA kalau tidak salah. Terjadi di rumah emak di daerah Ringinpitu. Nah.., sebenarnya rumah emak itu sudah ada sejak jaman buyut canggah, udeg-udeg bahkan sampe ndak tau lagi bagaimana urutan keatasnya. Dan sekarang sepertinya orang tua saya juga bakalan nerusin disana. Dulu jaman kecil ibu saya, dari SMA katolik sampe rumah sakit dr Iskak sama sekali belum ada rumah. Hanya pring ori dan tegalan. Apalagi tentang rumah sakit iskak yang dulu konon katanya tempat pembuangan mayat waktu jamannya PKI. Buyut saya aja kalau jualan kicak cenil di pasar wage jalan dari ringinpitu berangkat pukul 3 malam pakai ublig (belum ada senter).  Dan sungai di pinggir jalan masih banyak ditumbuhi ilalang, rumput, dan kangkung dan sungainya sangat jernih. Sering juga dipakai buat mandiin sapi disana. Yahh sayangnya jaman sekarang itu semua sudah hilang. Mungkin masa kecil saya masih sempat merasakan bagaimana serunya mencari ikan di tebonan yang banjir. Ya,, walau hanya dapatnya ikan garingan, sepat, atau bethik. Tapi senengnya minta ampun.  
Rumah Emak (bukan rumah induk lama) menghadap ke timur sedangkan rumah induk utama mengahadap ke utara. Jadi polanya “L” kebalik. Nah di depan rumah ada pohon jambu kaget (jambu air warna merah) yang usianya sama dengan saya. Nah waktu itu saya sambil nonton TV tepat di depan pintu ruang tamu yang otomatis terlihat pohon jambu itu. Saat Tv sedang iklan, nengok aja ke pohon jambu (BTW suasana desa masih sangat sepi ya), tiba-tiba saya melihat seorang pria berjalan cepat dari pohon jambu dan langsung nembus dapur rumah induk. Lhoo.. sesaat kemudian saya sadar, bukannya pawon di kunci ya?? Terus saya tanya lagi ke emak barang kali memang pintunya blum di tutup ato memang ada orang sedang masuk (biasanya kan di desa antara tetangga sering langsung masuk dapur). Ternyata pintu juga sudah ditutup. Berarti pria tadi berjalan nembus pintu dunk. Hiaaa... kata emak juga sosok tadi sering keliaran di sekitar rumah. Dan sudah lama sejak jaman buyut dulu. Hiiaaa...


               13. Mengingat Masa Itu
Saya teringat, pagi itu sebelum matahari muncul dan langit masih berwarna hitam dengan sedikit cahaya jingga di ufuk timur, kami berlari keluar tenda. Lima tahun yang lalu. Suasananya masih sangat sepi. Hanya kami yang meramaikan pantai yang begitu panjang itu, dibalik bukit yang membatasi pantai dengan pemukiman rumah penduduk yang terakhir masih tertutup oleh rimbunan hutan yang gelap dan dingin. Kadang jika kami beruntung kami masih menemukan  ayam alas dan burung pelatuk. Owww. Kadang burung rangkok pun juga ada. Di kegelapan pagi itu, kami berburu kepiting pasir yang berwarna putih dengan bekal senter korek api dan botol air mineral. Kadang kami juga terjungkal-jungkal di pasir mengejar kepiting yang cepat kembali lagi ke laut. Dan yang pasti setelah itu kami bakar dan dimakan. Owww.. jangan salah kira rasanya tak kalah dengan kepiting bakau. Kadang kami juga berburu umang-umang pula jika hari sudah siang. Sambil berendam di pantai yang dari ujung paling timur sampai paling barat. Bahkan sampai kulit gosong terbakarpun tak akan ada yang melarang. Menjelang tengah hari air laut akan surut, dimana kita bisa melihat, mencari atau mendapatkan bulu babi, bintang laut, bahkan ikan warna-warni terjebak diantara karang. 
tos dulu biar kompak

saya sempat lari-lari 

buka tenda pemandangannya langsung ini

hutannya masih ada (sedikit)

hahaha. (cuma act aja)

mayanlah jalannya

hanya kami

renang sampe puas, minum air asin


              14. Jalur Pandan Gunung Wilis
Ini cerita terjadi tujuh tahun yang lalu saat itu kami (sekitar 6 anak) kurang kerjaan main ke willis di h-1 bulan ramadan. Nah waktu itu, kami berangkat dari rumah sekitar jam 4 dan mulai masuk hutan sekitar jam 5. Jarak rumah dengan wilis kira2 ditempuh 45 menit melewati sawah, terasering, naik turun bukit. karena sudah kesorean, kami mulai memasuki hutan tepat parak magrib. Kemungkinan besar memang tidak ada pelancong selain kami berenam di hutan yang masih banyak macan kumbangnya itu (berharap banget bisa ketemu macam loreng). Perkiraan, kami akan tiba di watu godeg sekitar pukul 8. Namun sampai jam 9 pun kami masih belum menemukan tempat itu. (Ow ya btw watu godeg ini adalah tempat biasanya mbak kunti nangkring di dahan pohon, kapan2 mimin ceritain). Susananya pun juga hujan gerimis mulai kami memasuki hutan dan yang pasti gelap selain senter kami sebagai sumber cahaya. Nah, anehnya kami juga merasa, jalan setapak yang kami lalui selalu belok kiri terus. Padahal satu tahun yang lalu kami ke wilis jalannya tidak seperti ini. Belum lagi ada potongan daun pandan segar disepanjang jelan setapak (tau potongan daun pandan buat orang meninggal. Ya kayak itulah). Dan masih segar sepertinya. Hiaaa.. sejujurnya kami juga mulai ketakutan. Apalagi kami tak sampai-sampai di watu godeg. Kalau nanti samapai jam 10 kami tak sampai kami akan balik saja. Itupun juga kalau kami tidak disasarkan. Hii....
Nah karena kami juga ketakutan karena dari tadi ndak sampe2 di watu godeg, belum lagi cuacanya yang gerimis dan kadang jalan tertutup kabut jadi semakin creepy. Mau nangis juga malu sendiri, sapa suruh mau ramadhan klayapan ke alas. Ato jangan-jangan kami kualat, dari tadi tak kunjung sampai di watu godeg. Separonya kami juga parno sendiri. Kami tetap menyelusuri jalan setapan yang selalu belok kiri tersebut. Smape pada akhirnya, tiba-tiba jalan didepan  habis. Lho... kok jalannya tak ada sambungannya lagi naik atokah belok. Depan juga suasanya sangatlah gelap (maklumlah hutan). Nah kami tambah semakin ketakutan. Bahkan tiga cowok tim kami juga ragu (dan ketakutan) mau kedepan. Takutnya tiba-tiba kami mengarahkan senter kedepan ee.. yang nongol malah mbak kunti. Sampe pada akhirnya salah satu cowok maju kedepan. Senternya diarahkan ke depan, dan tiba-tiba tampak sesuatu berwarna putih diatas pohon. “Aaa....” teriak kami saking kagetnya dan ndak tau apa yang sebenarnya yang kami lihat (#efek ketakutan tingkat dewa). Setelah teriakkan kami berasa sudah habis dan mulai tenang, kami mengarahkan senter lagi ke tempat yang sama. Ternyata “putih” itu adalah karung goni yang di gantung diatas pohon. Jalan yang terlihat habis itu ternyata turunan yang menadakan kita sampai ke watu godeg.. Hore...

Esok paginya (#setelah menginap semalam di watu godeg) kami melanjutkan perjalanan ke puncak dengan meninggalkan tenda, peralatan lainnya dan salah satu teman cewek kami (anggap saja namananya Noname). Itupun juga dia tdak mau melanjutkan keatas. Sumprit, itu cewek berani pake banget sendirian di watu godeg.
Perjalanan pagi itu cukup lumayan aman. Tidak ada hal-hal aneh yang kami jumpai. Mungkin kabut pagi yang tebal yang menutupi pandangan dan hanya meninggalkan jarak pandang lima meter. Atau kadang kala tas kami tersangkut di lorong ranting2 yang harus dilalui dengan benar-benar menunduk. Kadang kala di kanan kiri juga kami jumpai anggrek liar. Setelah kami memasuki hutan yang pohonnya besar-besar dan banyak ditumbuhi begonia, kami memasuki semak-semak yang tingginya melibihi tinggi orang dewasa. Beneran, kami terasa tenggelam diantara semak-semak itu. Belum lagi kadang kami juga kehilangan jejak.
Sampai di pucak, nampak kepulan asap seperti bekas api unggun. Oww, mungkin itu bekas api unggun anak2 pendaki lain yang belum mati. Tapi ternyata  terdapat juga panci dan ceret aluminium. Bagitu kami melihat dibalik pohon besar, ehh.. ada orang sedang bertapa men... baru pertama kali ini rasanya saya melihat orang bertapa beneran. Akhirnya yang semula kami ingin foto-foto, jadi dibatalkan. Takutnya menggangu juga. Tiba-tiba di tengah percakapan kami dari belakang terdengar suara seseorang “mas, niki nopo sampun riyaden” (#mas, ini apa sudah hari raya). Kami menoleh kebelakang. Ternyata orang yang bertapa tadi. “dereng pak, siam mawon taksih mbenjing (#belum pak, puasa aja masih besok). saya jadi bertanya-tanya,  Kira-kira orang tersebut sudah berapa lama diatas, bahkan puasa lebaran aja ndak tau.

kurang lebih hutan willis seperti ini, namun foto ini saya ambil dari moment yang berbeda

15. Diserang semut rang-rang hutan
Ada yang pernah di serang semut rangrang?? Itu lho semut merah besar yang biasanya anaknya disebut kroto. Kalau semut biasa merah sih mungkin tak terlalu sakit ya kalau menggigit. Bagaimana kalau semut rangrang hutan yang masih liar.. bisa dibayangkan kan gimana dingigitnya. Hihihi...
Cerita ini terjadi akhir tahun lalu saat saya mendampingi kegiatan tahunan diklat AR yang biasanya diadakan di bukit sebelah selatan kota Tulungagung. Waktu itu ada saya, adek saya Emon dan dua adek kelas saya sedang mendampingi kegiatan utamanya yakni navigasi. Di tengah perjalanan navigasi, kami mencium aroma buah nangka yang sepertinya sudah ranum dan matang. Teman-teman juga pasti tau kan bagaimana aroma nangka yang matang. Nah setelah dicari-cari asal muasal aroma itu, ketemulah darimana sumber pohonnya. Dari atas pohon nampak  enam nangka yang guedhe bergelantungan, tapi kami masih belum tau mana yang matang. Takutnya juga, ini adalah nangka pemilik penduduk sekitar. Ya, mungkin kami akan ijin dulu jika diperbolehkan dipetik. Tapi, sepertinya nangka adalah nangka hutan tanpa pemilik karena terletak di kemiringan dan sekitarnya masih bnyak ditumbuhi semak yang lebat. Buah yang jatuh dan busukpun bnyak sekali dibawahnya sehingga kami simpulkan kalau ini adalah nangka hutan tanpa pemilik dan boleh dipetik. Hihihi..
Dari enam nangka tersebut ada satu buah yang sudah krowak sebagian. Biasanya kelelawar memang suka makan buah yang hampir ranum. Dan, sepertinya aroma itu berasal dari nangka yang krowak itu. Wihh mayan nih, diklat di hutan dapet nangka, rejeki banget. Jarang2 juga bawa nangka segedhe kaban naik keatas.
Tiga adek saya, udur-uduran siapa yang bakalan naik ke atas pohon. Dan akhirnya diputuskanlah Emon (si tukang naik pohon ketika replingan) untuk memanjat itu pohon nangka. Dua adek saya yang lain menanti nangka jatuh dibawahnya. Sedangkan saya,  sebagai komandan mereka duduk manis  menanti nangka. hahaha...  
Dengan  sangat semangtnya tiga anak itu segera bertugas. Si Emon segera memanjat sambil ngomong sama pohon “Mbah, kula nyuwun nongkone nggih”. Ya, barang kali aja ada penunggu yang "lain". Saya juga berkata demikian sebelum anak-anak manjat untuk eksekusi berikutnya.  Nah, ketika si Emon sudah di atas pohon, tiba-tiba segerombolan  (mungkin ribuan ya) semut rangrang merah mulai menyerbunya. Mulai dari tangan dan kakinya diserbu semut rangrang merah. Emon pun spontak teriak di atas pohon sambil ngibat-ngibatkan kaki tangannya. "Mbakk.. akeh semutte.. piye iki". Dengan panik, kakinya tangannya terus bergerak mengibatkan semut-semut yang mulai menyerangnya sambil berusaha memetik nangka yang ternyata sulit sekali putus dari dari tangkainya. Mungkin Antara dua pilihan, sih nangka yang jatuh atau dia yang jatuh. Dan kami (saya dan dua adek saya) hanya melihat dari bawah sambil nahan ketawa menunggu buah nangka yang jatuh. Sedangkan, si Emon masih panik diatas pohon sambil masih berusaha menjatuhkan nangka yang gagal dari tadi gara-gara semut rangrang. Sampe pada akhirnya, "Debugg" suara Emon terjatuh dari pohon nangka saking ndak kuat digigit samut rangrang.
Tapi bener lho. Waktu baju Emon saya bersihkan dari semut, itu semutnya menggigitnya lebih sakit dari semut rangrang biasanya di tegalan. Rasanya panas-panas gimana gitu dan warna semutnya itu merah bata kehitaman. 
Tapi tenang, nangkanya berhasil didapatkan untuk pemanjatan yang ke 2 (pantang menyerah lah) wkwkw.
sehari setelah diserang semut rang-rang, Emon sudah klayapan di sungai