air terjun jambu wok
beauty of air terjun jambu wok
Sepulang dari Jakarta saya sangat amat  kangen dengan aroma hutan. Benar-benar seperti sakau untuk mendaki atau ngecamp ke hutan. Bertepatan minggu pertama kepulangan saya, teman-teman dari Arismaduta akan mengadakan penjaringan minat di kawasan jambu wok lereng kaki gunung wilis. Hal itupun tidak akan saya sia-siakan. Karena memang sudah sangat lama saya tidak kesana. Terakhir mungkin lima tahun yang lalu.

                Sabtu sore sekitar jam empat, saya, Upil dan ulfa berangkat ke secretariat yang tempatnya masih dalam satu  lokasi  dengan SMA saya . Berharap kami masih mendapat tumpangan gratis sekalian penunjuk jalan karena memang kami sudah lupa jalannya. Namun,  sesampainya, ternyata tempat sudah sepi dan pintu sudah dikunci. Ini berarti kami harus berangkat sendiri ke lereng wilis sebagai pos awal pendakian. Dan menjelang magrib datang, kami bertiga melajukan motor ke lereng wilis.
air terjun jambu wok
rute hutan pinus yang dilalui 
                Gunung wilis merupakan gunung    yang masih memiliki hutan tropis yang cukup lebat dan asri. Gunung ini terletak di perbatasan beberapa kabupaten. Diantara kabupaten Tulungagung, kabupaten Kediri, Kabupaten Madiun dan beberapa lerengnya terdapat di Kabupaten Nganjuk. Untuk kawasan Tulungagung, ada beberapa desa di lereng wilis yang letaknya sangat pelosok. Bahkan penerangan jalan umumnya masih belum ada. Beberapa rute yang kami lewatipun juga lumayan mencekam mengingat jalan yang kami lalui masih gelap dengan kanan kiri masih hutan dan hanya penerangan lampu motor. Apalagi mengingat kami hanya cewek bertiga. Duh rasanya, nyali saya mengecil ketika melewati kumpulan bambu-bambu yang panjang tanpa ada penerangan dan semakin ironisnya saya menyetir sendiri didepan. Merinding pollduk. 

Setelah senam jantung  melewati jalan yang mencekam tesebut, akhirnya kami melihat lampu-lampu desa diujung jalan. Itu berarti kami sudah sampai di desa terakhir sebelum kami harus jalan menelusuri hutan pinus. Kalau tidak salah desa tersebut bernama jambu wok. 

Pendakian bertiga kami dimulai sekitar jam setengah tujuh malam. Saya, upil dan Ulfa harus berjalan menelusuri hutan pinus setelah menitipkan motor di penduduk setempat. Sebenarnya bisa sih menggunakan motor menuju perkemahan anak-anak, namun saya agak khawatir karena kami bertiga harus melewati jalan setapak. Ya, demi keamanan, kami memutuskan untuk berjalan saja.

air terjun jambu wok
Tim PALA arismaduta yang sealu di hati
dari kiri Upil, deny, saya, mbak Za, sania
air terjun jambu wok
with my best cinematography, Ulfa
Perjalanan malam kami bertiga, menembus hutan pinus yang gelap itu  dengan satu senter. Itupun juga senter yang baru beli dan nyala lampunya pun juga tidak begitu terang. Saya  di tengah sambil memegang senter, upil dikanan saya sambil menarik-lengan saya saking ketakutan, ulfa di kiri saya juga menarik jaket saya. Bayangkan saja kalau tiba-tiba ada yang menarik di belakang saya, Hiiia pasti tambah menakutkan  jadinya. Apalagi kalau diingat-ingat kanan kiri kami adalah pohon pisang yang konon  katanya rumahnya begituan. Duhh.. rasanya pingin lari, tapi ndak tau lari kemana.

Sekitar tiga puluh menit kami sudah bejalan melewati jalan yang begituan. Dan ini merupakan pendakian yang paling mencekam selama hidup saya. Bagaimana tidak,  tiga orang cewek dengan satu senter menembus hutan. Tapi, Lima belas menit kemudian, terlihat cahaya kuning dan suara mesin dari tengah hutan. Syukurlah, dua anak cowok dari Arismaduta akan mengambil gas LPG ke desa. Itu berarti kami masih berpeluang mendapatkan tumpangan atau paling tidak mendapatkan teman naik keatas. Dan beberapa menit kemudian, dua motor naik keatas dan kami pun selamat dari horornya jalan bertiga. Horee…

Sampainya di tempat camp, suasana cukup lumayan ramai. Api unggun sudah dinyalakan dan tenda-tenda sudah pada berdiri. Tapi saya hanya menemukan dua alumni. Itupun juga cewek semua, mbak Za sama deny. Kata anak-anak para alumni akan datang nanti malam sekitar jam satu. Namun, sampai saya terbangun sekitar jam setengah,  dua tak ada satu alumnipun yang datang. Bahkan api unggun sudah padam dan anak-anak sudah pada tidur. Parno saya mulai kambuh lagi mengingat saya tidur diluar dan dibelakang saya adalah hutan..tan..tan. 

air terjun jambu wok
sarapan pagi bareng-bareng 
air terjun jambu wok
dibawah sejuknya hutan pinus dan cerahnya langit 

Pagi harinya setelah sarapan, petualangan kami dimulai. Eh tapi sebelumnya, ngomong-ngomong sarapan kami serasa ueeanak banget. Nasi hangat dengan tahu goreng dan telur goreng dengan sambel trasi. Sederhana sih tapi yang bikin sensasinya berbeda adalah tempatnya itu lho. Setelah sarapan, kami berangkat ke Air terjun. Yah seperti biasa. Jalanya setapat naik turun, menyebrangi sungai yang masih bening. Kanan kiri hutan tropis yang masih lebat, bahkan beberapa rutenya serasa sangat gelap, sampai sekitar satu jam lebih kami berjalan. Duhh rasanya tak bisa di ngkapkan. Love you banget deh. Serasa hidup lagi. Trimakasih Tuhan, saya masih diberi kesempatan lagi,  Untuk menjelajahi  alam-Mu.

air terjun jambu wok
sungai-sungai yang dilalui menuju air terjun


air terjun jambu wok
sudut lain dari air terjun jambu wok

air terjun jambu wok
free with water fall 


air terjun jambu wok
Mbak Za sama deny?? kalian baik-baik saja kan??
Sampai akhirnya kami sampai di Air terjun. Sebenarnya, air terjunnya tidaklah begitu besar. Apalagi mengingat musim kemarau. Tapi sensasi diguyang air terjun dengan ketinggian sekitar dua puluh meteran dan dingin yang luar biasa itulah yang bikin ketagihan.

Saya berharap sangat besar, semoga air terjun ini akan tetap selalu asri, bersih, terjaga, ndak rusak alamnya.  Karena alam yang dirusak akan marah dan membalas pada kita. So, salam lestari untuk Indonesia. Jaga alam Indonesia agar tetap alami dan bersih dan jangan jadi pecinta alam yang sok-sokan dan Alay.


Special thank to: Yasinta Dzulfadila D (Ulfa)
                Novi Diah R.  ( upil)
                Dan teman- teman Arismaduta.