gunung penanggungan
berhenti sebentar, ngambil foto spektakuler diantara track penanggungan.
Diatas awan Broo


Haii.. haii teman-teman..  Alhamdulillah, kali ini saya masih diberi kesempatan lagi untuk berbagi cerita.  
Masih seputar kegiatan di alam, tapi kali ini saya mencoba petualangan di gunung Penanggungan di Jawa Timur.
Untuk sekedar perkenalan aja ya, Gunung penanggungan ini memiliki ketinggian 1656mdpl yang berada diperbatasan Kab. Pasuruan dan Kab. Mojokerto. Setiapa kali saya mau ke Tretes (yang jalan-jalan cantik Hash itu) saya selalu melirik gunung satu ini dan berharap suatu saat bisa kesana. Dan Alhamdulillah minggu kemarin saya kesampaian juga.. Hehehe.
“Tak ada tempat yang sama  dikunjungi dengan orang yang sama”. Dan benar saja petualangan saya kali ini bersama orang-orang baru yang sama sekali belum saya kenal.  Lebih tepatnya mereka adalah teman-teman si David dan si David pula juga baru saya kenal sekitar pertengahan tahun lalu. Gila.
Well… bagaimana caranya kesana?? Saya bela-belain nyervisin motor biar bisa buat naik. Tapi sama aja “si Revi” (motor revo saya) tetep aja ndak kuat nanjak didaerah tretes. Tapi Alhamdulillah kami berenam tiba di post perijinan sekitar pukul sepuluh malam. Ya…  sekitar Dua jam berangkat dari Surabaya.
                 
                Setelah  registrasi selesai, kami segera melangkahkan kaki menembus hutan gelapnya penanggungan.  Untuk sekedar info saja, registrasi penanggungan akan ditarik Rp 8000,- untuk sekali pendakian.

gunung penanggungan
dari puncak pemandangan, kita disuguhi pemandangan gunung arjuno welirang
dan kawaran tretes dibawahnya

                Kata orang-orang yang sudah sering kesini, kira-kira membutuhkan waktu sekitar dua jam dari post perijinan sampai puncak bayangan. Wow.. Dan saya kali ini bersama orang-orang baru yang bukan expert di pendakian. Jadi sedikit-sedikit istirahat. Atau mungkin istirahat kami lebih lama dari jalannya. Alhasil kami tiba di puncak bayangan sekitar jam dua malam. Seru sih pendakian kali ini, saking santainya. Tapi ya itu resikonya. Semakin lama kita berjalan, semakin lama nyampe tujuan, semakin lama terasa capeknya dan semakin sedikit  waktu tidurnya.
                Nih yang bikin penasaran.. How about track???
Meskipun Cuma 1653 mdpl yang kata pelajaran IPS belum dikategorikan Gunung, tapi jangan salah. Medannya Nge-track teruss, alias naik-naik kayak tangga. Bonusnya  lagi kalau habis ujan, Licinnya minta ampun. Semakin mendekati puncak bayangan, jalannya semakin menggila. Lebih tajam naiknya. Tak jarang juga saya harus belepotan dengan lumpur-lumpur dan batu-batu.  Yahh.. itung-itung lumpur lotion anti nyamuk. Hehehe
gunung penanggungan
ramenya, puncak bayangan kalau malam minggu

Sampai di puncak bayangan, Gila, puluhan tenda udah mancep disana. Wow .. lebih rame dari pasar minggu. Kalau ada komedi putar pasti lebih asik lagi nih. Sampai saya bingung mau dimana mendirikan tenda. Cari-mencari, akhirnya saya menemukan tempat kecil diapit empat tenda yang mungkin pas untuk tenda reot saya.  Lebih memalukan lagi, tenda  saya adalah tenda yang paling ancur dari tenda lainnya. Udah fibernya kepanjangan, resleting covernya konslet, ealah lupa ndak bawa pasak. Bocor lagi. Aduhh parah. Tapi jangan salah tenda satu ini sudah sampai Mahameru dan Rinjani. Saya aja kalah. (eh kok jadi ngomongin tenda sih)

gunung penanggungan
hello morning, mumpung kabutnya ndak nutupi puncak sejati penanggungan

Esoknya, sekitar pukul delapan pagi, setelah puncak asli kelihatan jelas dan kabutnya hilang, kami melanjutkan langkah kembali menuju puncak utama penanggungan.  Kalau dilihat dari puncak bayangan, track yang akan kami lalui mirip seperti tanjakan cinta mahameru, tapi kali ini lebih panjang sedikitlah. Ya.. sekitar empat sampai lima kalinya tanjakan cinta.
gunung penanggungan
sarapan pagi di track awal muncak. ayo semangat
dibelakang kecil itu adalah tenda-tenda

Lebih hebatnya lagi nih. Semakin naik keatas, tracknya tambah menggila. Semakin tambah tinggi saya harus melangkahkan kaki menanjaki batu-batu penanggungan. Tak jarang juga saya harus merangkak saking tingginya tanjakan yang harus dilalui. Mbak Ayuk aja (teman baru saya) sampai tidak berani menengok kebelakang saking tajamnya tanjakan.  Sambil terus naik, saya sebenarnya juga berfikir. “yaopo mudune mengko.. ??” (gimana turunnya nanti).

gunung penanggungan
berhenti sejenak,  sambil berusaha naikkan kaki. ayo semangat


gunung penanggungan
wehh.. nunut narsis sebentar mumpung pemandangannya bagus
selamanya Indonesia men..


Kata orang-orang sih, sekitar satu setengah jam jalan dari puncak bayangan kita sudah bisa sampai di puncak asli. Tapi ya itu tadi, jalan santai. Sampai  kita menghabiskan dua setengah jam sampai di puncak sejati..  
gunung penanggungan
hore, akhirnya sampai puncak juga. dokumentasinya tak lupa donk


gunung penanggungan
ehh.. Kurang bang fotonya. foto lagi donk di puncak.

Jadi kesimpulannya..
Cukup lumayan seru untuk seorang pemula yang mencoba tracking di gunung penanggungan. Medannya cukup lumayan tapi bisa digunakan  untuk latihan, tidak terlalu dingin juga jika dibandingkan dengan gunung diatas ketinggian 2000mdpl. Tapi ya itu memang harus hati-hati karena kemiringannya cukup tajam dari puncak bayangan ampai di puncak sejati. Yah.. sekitar lebih dari lima puluh derajat lah. Dan saya baru tahu kalau puncak penanggungan itu ditumbuhi rumput ilalang. Jadi vegetasinya masih belum berubah karena mungkin dipengaruhi ketinggiannya. Konon katanya sih puncak penanggungan mirip dengan puncak mahameru. Tapi bedanya di Mahameru berbasir sedangkan di Penanggungan berumput.
Sekian cerita saya kali ini dan trimakasih sudah membaca. ^_^ v





beauty of together. with sand, beach and friend
 Selamat  datang 2015. Happy new year.  Semoga tahun ini kita tambah semakin sukses, dipermudah segala urusan, apa yang diinginkan bisa didapatkan. Didekatkan dengan apa yang dicita-citakan, semakin banyak rejekinya dan naik derajatnya. Aminn…
Mengawali tahun 2015 ini. Tepat tanggal 2 Januari kemarin saya kembali lagi menjelajahi kota tetangga untuk melirik eksotika pantainya. Tepatnya di Kabupaten Trenggalek, jawa timur.
Selain pantai pasir putih-prigi, Kabupaten trenggalek masih memiliki banyak pantai yang  cukup seru untuk dijelajahi dengan ombaknya yang tenang. Salah satu yang sedang booming saat ini adalah wisata mangrove cengkrong dan Pantai Damas.  
Berangkat pukul 09.00 dari kota saya tercinta, saya, ulfa, tutut, risa, dan rere melajukan sepeda motor menuju Watulimo, Treggalek.
Memasuki perbatasan kabupaten, tepatnya memasuki kecamatan watulimo, jalan berubah menjadi naik turun karena pada umumnya pantai selatan dibatasi perbukitan.  Dikiri kanan jalan mudah sekali dijumpai penjual salak pondoh yang harganya relative murah. Satu kilo salak  dibandrol lima ribu rupiah. Karena memang salah satu hasil pertanian disana adalah salak. Kalau musim durian pun akan banyak durian diobral dipingir jalan.  Huehhh.. 

tampilan dari pantai cengkrong
Kurang tiga puluh menit kami berkendara,  naik turun, tikung kanan tikung kiri, sampailah kami dipertigaan yang menunjukan arah ke pantai Damas. Barulah kami belok kanan mengikuti petunjuk tersebut.
Sebelumnya sih saya sudah pernah kesana, tapi mungkin rute saya dari  pantai prigi, Jadi akan lebih jauh lagi. 

sampai di pantai cengkrong tak lupa foto dulu

dari sisi lain di cengkrong.
Pantai yang pertama kami kunjungi adalah Cengkrong.  Tak usah sulit-sulit untuk menemukan pantai ini. Setelah  keluar dari gang kecil pertigaan tadi, kita akan menemukan jalan besar yang mulus.  Nah, barulah kami belok kekanan.  Dan  sepenjang jalan itu, tepatnya disisi kiri akan tampak pantai cengkrong yang banyak ditumbuhi pohon kelapa. 

beauty of cengkrong. ada satu prahu lagi parkir di tepi.
Ya, pantainya biasanya sih, pasirnya coklat tapi lembut. Ombaknya juga tenang, kalaupun jalan ketengah sepuluh meter dari bibir pantai juga masih dangkal, masih Sepi pula. Mungkin kala itu hari jumat, kami tidak ditarik “retribusi”.  Tapi sayangnya sampahnya sedikit bertebaran, Walaupun sebenarnya sampah daun atau kayu. Tapi cukup lumayan untuk menambah referensi travelling. Hehehe. 

woy.. loncat-loncat aja. gua capek yang fotoin terus. gantian dunk
ayo.. ombak tangkap mbak risa sama mbak tutut.
Usai foto-foto di Cengkrong (usai nunggu mas rere sholat jumat juga). Kami melanjutkan langkah ke wisata mangrove. Letaknya 50m kebarat dari pantai Cengkrong.  
Karena tepatnya didaerah kecil yang masih tradisional, tampilan pertama wisata ini adalah tempat parkir yang masih menggunakan lahan milik penduduk, beberapa bambu sebagai pembatasnya dan beberapa tempat duduk dari rangkai kayu dan bambu. Tapi itu yang saya suka dari tradisionalme orang desa yang masih ramah serta tak sok modern.  

pemandangan mangruvenya seperti ini lah

Apa saja yang ditawarkan Di mangrove trenggalek?? Pada dasarnya hampir sama diseluruh hutan mangrove di Indonesia. Jalan buatan yang terbuat dari kayu disusun rapi membelah hutan mangrove. Beberapa rumah-rumah pondok kecil juga dibangun diujung jalan untuk sekedar berteduh. Tanaman mangrovenya juga belum tinggi jadi masih sangat panas.  Nah… Memasuki kawasan mangrove pukul 13.00 yang tepat sekali untuk membakar kepala kami.  Duh rasanya…  
                Dipertengangan jalur mangrove tersebut, akan dijumpai jembatan kayu serta beberapa prahu kecil yang disewakan untuk berkeliling  mangrove via prahu.  Harga yang ditawarkan pun juga murah saya rasa. Hanya  Rp 10.000/orang untuk sekali mengitari mangrove sampai  ke laut lepas dan sekitar 30 menit sekali jalan. Ya pastilah tak saya sia-siakan buat mencoba.  

nih, prahu yang buat muter-muter lagi parkir
                saya, mbak tutut, mbak Risa, mbak ulfa, dan mas rere semangat  sekali untuk mencoba. Saking semangatnya kami boro-boro naik diatas perahu yang didermagakan ditepi sungai mangruve. Tapi… kata tukang perahunya, kita kan jalan kalau sudah ada sepuluh orang yang naik. Sampai  duapuluh menit menunggu, masih belum juga memenuhi sepuluh orang. Jiah.. Bahkan mulut saya sudah clometan kesana kemarin  nawarin  pengunjung yang mau join buat naik prahu.  Duh…
                Dan akhirnya, entah berantah orang dari mana rombongan ibu-ibu dan bapak-bapak datang menyelamatkan kami dari kebooringan menunggu penumpang. Trimakasih oh Tuhan..  dan meluncurlah kami dengan perahu bercadik itu. Bummbum… 

jejeran perahu sedang parkir, view dari atas prahu

untung ajak kagag kecemplung.

                Usai muter-muter dari mangrove kami berencana melanjutkan rute kami ke pantai damas karena sangat disayangkan jika tidak sekalian kesana. Jarak pantai damas dari cengkrong sekitar satu kilometer melintasi bukit.  Rutenya pun, kami tinggal mengikuti jalan besar mulus tadi. Kami juga melewati jembatan besar yang seperti bagus buat foto-foto. Nah..  ditengah-tengah perjalanan kami yang mulus tadi, tiba-tiba kami dikejutkan dengan medah berubah menjadi jalanan makadan yang batunya sedogol-dogol. Duh..
                Tapi itu hanya sesaat karena lima ratus meter didepan jalan akan beraspal kembali sampai kita tiba dipantai Damas. 

narsis dulu mumpung diatas prahu
                Ada apa ya di Pantai Damas???
Ya seperti biasa, namanya pantai pasti ada ombak, pasir pantai, laut. Pantai ini memiliki pasir berwarna  putih kecoklatan yang halus. Ombaknya lebih besar daripada pantai cengkrong. Mungkin karena sudah sore sehingga airnya lebih pasang.  Warna air pantainya hijau kecoklatan. Dikanan kirinya dihimpit bukit-bukit yang masih rimbun ditumbuhi pohon. Untuk saat ini sih, belum tahu kemudian hari. Beberapa perahu nelayan tampak berlabuh ditepi serta beberapa penduduk asyik mandi dipantai, ow ya lumayan sepi sih, mungkin juga karena sudah sore.  

beauty of damas beach
Mmm.. untuk retribusinya Alhamdulillah kita dapat gratis karena mungkin juga sudah sore. Hehe.. Yah sayangnya saya tidak menyempatkan mandi dipantai,  Padahal sepertinya asyik deh kalau bisa ciblon.. hiks..
tak ada ciblon,  main herry puteran pake pelepah kelapa.
(at damas beach)

walah,, mbak risa sama mbak tutut juga mau terbang nih.. salam ya buat hery muter
(at damas beach)
 
Special thank to: 

Mbak Tutut

Mbak Ulfa

Mbak Risa

Mas Rere

Dan kami Berlima





mitigan Bromo
Beauty of Mitigan



Rasanya kurang afdol jika menyandang gelar treveller  tapi belum pernah mengunjungi kawasan Bromo. Alhamdullilah liburan natal kemarin bersama lima teman saya, Arina, Arfi, Dwi, Hadi dan Fery kesampaian juga pergi ke Bromo.
                Dimulai dari Surabaya, saya harus berjuang keras menembus hujan badai untuk ke Malang karena spot pertemuan kami ada disana. Berangkat dari kos pukul 14.00 dan tiba diterminal purabaya pukul 15.00 dengan kondisi basah kuyup. Kemudian dilanjut perjalanan ke Malang dengan bus sekitar dua jam dan turun di terminal Arjosari. Sekedar info saja Surabaya- Malang dikenai tariff 15.000,- untuk bus biasa.
                Sesampainya di Malang saya dijemput teman saya Hadi untuk berkumpul dengan teman-teman yang lain. Namun karena kondisi masih basah kuyup kehujanan, saya mampir ke kontrakan teman saya Ulfa untuk numpang mandi. Hehehe
                Pukul 20.00 saya dijemput hadi kembali untuk berkumpul dengan teman-teman lain di alun-alun Batu. Barulah pukul 22.00 kami berenam berangkat bersama ke Bromo
                Kami memilih rute Malang-Pasuruan-Probolinggo lewat jalur propinsi.  Jadi bisa dibayangkan perjalanan malam bersama puluhan truk-truk container yang gedhe-gedhe.  Wuh menegangkan.
                Setelah memasuki kabupaten Probolinggo. Kami memperlambat kecepatan sepedha motor sambil melirik-lirik jalan ke bromo karena memang kondisi malam hari dan gelap.  Saya lupa tepatnya daerah apa tapi jika kalian kesana melalui jalur propinsi akan tampak jelas petunjuknya. 

mitigan Bromo
kami berenam
 
                Setelah belok ke kanan mengikuti petunjuk jalan itu (dari jalur propinsi tadi) kami tinggal mengikuti jalan Karena memang satu-satunya jalan ke bromo sampai kami menemukan pom bensin terakhir dimana akan nampak banyak jeep-jeep berseliweran. Itu merupakan pom bensin terakhir sebelum masuk kawasan bromo. Dan saya sarankan agar mengisi fuel tangki bensin kalian sebelum nenanjak ke Bromo. 

mitigan Bromo
pemandangan di perjalanan menuju bromo

mitigan Bromo
kebun sayuran disekitar bromo

                Setelah mengisi fuel tangki-tangki bensin, kami melanjutkan perjalanan. Medan bromo akan lebih menanjak dan menikung tajam setelah pom bensin tersebut. Bahkan  akan berselipan atau bersimpangan dengan puluhan jeep-jeep yang mengeluarkan asap pekat hinga menutupi pandangan. Jadi kalian harus sangat hati-hati. Saya sarankan agar membawa motor yang kuat menanjak dan lampu yang terang agar tidak mengalam kejadian seperti saya yang harus menuntun motor dan hampir masuk jurang karena tertutup asap dari jeep-jeep.
Setelah berjuang keras membawa motor, gas, perseneleng satu, tingkungan dan tanjakan, pukul 03.30 tibalah kami di pos pembayaran Wisata Bromo. Untuk tiket masuk domestik kawasan wisata dikenai tariff Rp 2000,-. Karcis masuk pengunjung hari biasa dikenai Rp 27.500,- . sedangkan karcis untuk kendaraan roda 2 dikenai Rp 5000,- . jadi kalau ditotal satu orang kena sekitar Rp 35.000,-. 

mitigan Bromo
pemandangan sebelum matahari benar-benar muncul


Setelah pembayaran beres, kami  bermaksud melanjutkan perjalanan menuju penanjakan, spot paling cantik untuk berburu foto. Namun setelah memasuki padang pasir, kondisinya tidak memungkinkan karena kabut begitu tebal serta pasirnya licin. Akhirnya kami memutuskan berbelok arah menuju Mitigan. Itupun juga karena orang lokal yang katanya berbahaya menuju penanjakan dan bersedia mengantarkan ke Mitigan dengan Tarif Rp 50.000,-. Dan ternyata Mitigan  itu  sangatlah dekat dengan apa yang saya bayangkan. Lebih tepatnya pos pembayaran belok kiri nanjak sedikit dan sampai. Hayuhh.. 

mitigan Bromo
setelah matahari muncul. pemandangan di mitigan tambah lebih jelas

mitigan Bromo
keramaian di sekitar mitigan

Usai melihat sunrise di Mitigan, kami berencana melanjutkan touring ke kawah Bromo.  Setelah Memasuki kawasan padang pasirnya bromo, kami harus jeli melihat sekitar untuk menemukan pura sebagai petunjuk kearah kawah. Namun  lebih dari satu jam kami berjalan melintasi padang pasir bromo yang sangat luas itu, tak tampak sama sekali yang namanya “pura” sampai kami memasuki daerah yang ditumbuhi banyak semak. Akhirnya kami bertanya pada sekelompok wisatawan yang saat itu sedang asyik berfoto. Ternyata jalur yang kami ikuti tersebut menuju padang ilalang atau biasa disebut bukit telletubies. Yah.. pantesan dari tadi kagak nyampe-nyempe.

mitigan Bromo
jeep-jeep di padang pasirnya bromo

dari kiri, dwi, saya dan arina

me... :)