jaket kulit yang diproduksi. dibandrol lebih dari 1 juta



Ngomong-ngomong soal kerajinan industri,  Indonesia sih jangan ditanyak.  Buanyak banget dari sabang sampai merauke. Mulai dari kerajinan tangan manual sampai mesin canggih bahkan banyak  dieksport ke luar.  Namun lagi-lagi karena tidak adanya pengelolaan yang tepat serta  pengembangan yang bagus, tidak sedikit pula industri  yang memiliki potensi bagus menjadi gulung tikar. 
Pernah dengar tidak kerajianan tas terutama tas kulit dari tanggulangin Sidoarjo yang konon terkenal bagus, awet, dan produk unggulan Indonesia??  Yang bahkan banyak merek  seperti channel  dll  sampai bekerjasama dengan para pengusaha tanggulangil untuk memproduksi tas mereka.  Mungkin generasi muda jaman sekarang sudah tidak banyak mendengar industry tas tanggulangin karena produksinya memang sudah tidak sebesar dulu sebelum tanggulangin kena dampak lumpur lapindo.
Nah.. 14 september 2014 kemarin saya menyempatkan kesana untuk ke-2 kalinya. Kali ini saya dalam rangka menemani temen kuliah saya untuk survey desain tas di Tanggulangin.  Untuk  ke Tangulangin memerlukan waktu sekitar satu jam dari kota Surabaya.  Arahnya dari Surabaya lewat Sidoarjo mengikuti jalan utama ke arah Pasuruan. Kemudian ada petunjuk jalan kearah Tangulangin kemudian  puter balik dan memasuki gapura Tanggulangin.
Setelah memasuki gapura “Selamat datang di sentra kawasan industry  tas dan sepatu Tanggulangin” banyak sekali toko-toko yang memajang tas-tas dijual.  Bahkan beberapa toko memasang harga mulai dari  65ribu.
                 Ada juga pusat grosir tas yang bentuknya mirip seperti pasar. Namun sayangnya bangunan baru itu masih sangat sepi penjual apalagi pembelinya.  Setelah muter-muter pada akhirnya sampailah kita pada salah satu pengrajin  tas dan jaket kulit. 

salah satu pengrajin tanggul angin dengan karyanya dibelakang
                Rata-rata tas maupun jaket kulit di tanggul angin dibuat dari kulit domba dan dipastikan asli. Penggunakan kulit domba lebih dominan dari pada kulit lain karena lebih lentur dan lembut. Beberapa pengrajin membuka langsung  proses pembuatan tas di belakang show room mereka. Untuk satu tas kulit dibandrol dari harga 400rb sampai jutaan. Sedangkan jas atau jaket kulit dibandrol mulai harga satu juta.  Jika dibandingkan dengan kemampuan beli  masyarakat Indonesia memang kelas menengah keatas untuk konsumen utamanya. Tak jarang turis asing datang dan memberikan banyak tawaran kerjasama kepada para pengrajin. Bagus sih sebenarnya. Namun saya tidak tahu kenapa beberapa pengrajin itu kadang menolak penawaran tersebut.
Selain Kasus lumpur lapindo yang sampai sekarang belum selesai, persaingan dengan barang impor terutama  buatan cina  memberikan efek besar terhadap pengrajin tas disana. Beberapa pengrajin banyak yang beralih menjual produk import tersebut yang memang harganya lebih murah serta lebih banyak diminati pasar masyarakat Indonesia.


kawah ijen
kawah ijen ketika pagi hari

       Gunung Ijen merupakan  salah satu pesona Jawa Timur yang meyuguhkan pemandangan alam yang luar biasa serta social budaya yang kental. Gunung yang masih aktif  dan memiliki kawah berwarna biru ini masuk di wilayah  di Kabupaten Bondowoso meskipun berada diantara dua kabupaten yakni Banyuwangi dan Bondowoso.  Gunung ini merupakan satu-satunya tempat yang memiliki pesona “blue Fire” atau api biru yang keluar dari kawahnya. Karena terletak diatas ketinggian  2443 mdpl, pemandangan dari atas Gunung ijen sungguh luar biasa. Apalagi ditambahi dengan pesona kawah yang berwarna biru serta penambanganan belerang di atas ijen.
      Sebagai pecinta traveling, tentu saja saya bermimpi bisa pergi kesana. Apalagi sekarang maraknya blog-blog traveling yang membuat saya semakin amburadul ketika memandangi foto-foto spektakuler Gunung Ijen. Kapan saya bisa kesana??

kawah ijen
pemandangan di dekat kawah ijen. banya banget pengunjung turun dan
mendekat untuk melihat proses pengambilan belerang
         Namun dua minggu yang lalu saya serasa ketiban durian runtuh. Bude saya (yang biasa ngajak traveling)  mengabarkan bahwa sabtu besok akan pergi ke Kawah Ijen. Haik.. Saya rasanya mau meledak. Susah seneng, bingung dilemma. Tapi akhirnya dengan segala resiko ya saya tetap berangkat. Kapan lagi coba saya bisa travelling gratis.
         Sabtu, berangkat dari Sidoarjo pukul 13.45 melewati rute Sidoarjo, Pasuruan, Probolinggo, Situbondo, Bondowoso dan masuk Panarukan Banyuwangi kemudian masuk lagi Bondowoso. (saya sedikit bingung juga untuk rute yang kecil-kecil).  Setelah itu kami mulai masuk daerah pegunungan yang jalannya ndak kelihatan karena ndak ada rumah penduduk apalagi listrik. Waktu tempuh dari sidoarjo sampai memasuki pegunungan sekitar delapan jam belum rute pegunungan sampai spot awal pembayaran ijen sekitar dua jam perjalanan. Waktu itu tidak ada sama sekali kendaraan yang melintas. Jadi  bisa dibayangkan ditengan-tengah hutan yang benar-benar gelap yang jalannya naik-turun dan hanya kami bertiga, saya, bude saya dan pakde. Fiuh..
           Ada tiga portal keamanan ditengah-tengah rute hutan itu. Setiap spot diwajibkan melakukan registrasi demi menjaga kelestarian hutan. Mungkin karena Gunung ijen merupakan cagar alam jadi dibeberapa titik perlu dijaga.
kawah ijen
post perijinan dan pembayaran gunung ijen
          Pukul 23.30 akhirnya kami sapai di spot awal pendakian. Tenyata sudah banyak sekali orang-orang yang akan mendaki ke Ijen. Bahkan ketika ke toilet saya saya harus mengantri tiga puluh menit saking banyaknya antrian.

kawah ijen
blue fire dari ketinggian 1km diatas kawah
How about track??
            Jangan bayangkan pendakian ke ijen seperti pendakian ke gunung-gunung yang masih alami, yang harus bawa carier yang berat.  Kalian tidak akan bersusah payah kok (eh tergantung fisik masing-masing sih). Menurut  saya tracknya relative enak. Jalannya selebar tiga meter dan jalannya tidak terlalu menanjak. Tapi medannya tanah dan kerikil-kerikil bahkan debunya banyak banget mungkin karena saat itu musim kemarau dan banyak pejalan kaki. Kalian tidak perlu khawatir kalau treveling sendiri, saya jamin kalau malem minggu pasti rame.  
kawah ijen
tracknya paling tidak seperti ini
          Kata orang pendakian normal akan memakan waktu 2,5jam untuk sampai ke puncak eh.. kawah maksud saya. Namun karena saya bersama dua orang yang mungkin staminanya tidak se-full anak muda lagi jadinya sampai di kawah pukul 3.30 pagi. Untung saja saya masih bisa melihat blue fire-nya walaupun saya tidak turun lebih dekat ke kawah.  
kawah ijen
belerang yang akan diangkut penambang
             Satu jam kemudian matahari mulai muncul yang membuat pemandangan semakin jelas dan blue firenya semakin menghilang. Ternyata bleu fire-nya itu muncul ditengah-tengah batu belerang yang  ditambang.  Blue  fire melelehkan belerang-belerang disana sehingga bisa dibawa dengan bongkahan-bongkahan kecil atau bahkan dengan aneka bentuk.  Disampaingnya tambang belerang itu terhampar luas kawah ijen yang berwarna biru kehijauan yang dikelilingi tebing-tebing batuan tanpa ada tumbuhan sama sekali yang hidup disana.  Hikss.. bagus banget apalagi kalu kalian bisa mmotret para penambang belerang dengan angel dan view tepat. Josh dah foto kalian.
Setelah golden time tiba dan puas mengambil foto yang banyak. Bude saya mengajak saya untuk segera turun karena anginnya semakin kencang dan semakin dingin.

deretan pegunungan mulai dari gunung meranti paling depan
sampai gunung raung di belakangnya
    Sekitar jam enam pagi kami mulai turun gunung. Dan ternyata pemandangan di tengah-tengah track berdebu itu lebih bagus. Siapa kira yang malem harinya gelap..lap..lap.. tak tampak sama sekali  dan berdebu itu ternyata memiliki pemandangan yang tak kalah spektakuler. Deretan gunung mulai dari gunung meranti sampai gunung Raung diikuti pegunungan ditepinyadengan kombinasi langit biru yang jernih membuat saya semakin melting.  Saya pingin lebih lama disini. Hiks..  bagus banget… dan pemandangan itu menghiasi kami di sepanjang perjalanan turun.  Bonusnya lagi kami menjumpai lutung hitam dan kuning yang lagi nangkring di pohon.

kawah ijen
lagi asyik memotret meranti

kawah ijen
lutung-nya lagi nangkring. cari sisa-sisa daun yang gag kebakar
       Sayangnya banyak sekali kawasan hutan lindung gunung ijen yang habis terbakar. Saya tidak tahu ini efek dari kemarau atau memang sangaja dibakar. Tapi ketika itu banyak sekali bekas abu atau arang. Bahkan ada pohon cemara yang tuinggi kebakar dan masih dalam keadaan berdiri. Duh gimana ya kalau ni pohon tiba-tiba tumbang??.
Di sepanjang perjalanan turun, kami sering berpapasan dengan para penambang yang berangkat untuk mengambil belerang ke kawah ijen.  Ironisnya, dengan track yang menanjak dan jalan dua jam dan membawa berat sekitar 70-90 kg mereka hanya dibayar Rp800,- sampai Rp900,- per kilo. Kalau dihitung 800 x 70 kg = 56.000 upah mereka dalam sekali pengambilan belerang.  Saya rasa itu tidaklah sepandan dengan resikonya yang tinggi. Pertama, jalannya licin dan tak jarang juga para pengunjung terpeleset kerikil. Kedua, belerang akan berbahaya untuk tubuh kalau lama-lama terhirup. Ketiga, terjadinya pengapalan ada bahu karena terlalu sering mengangkat beban berat.  Duh.. semangat ya pak. Semoga selalu diberikan kelancaran dan keselamatan. 
kawah ijen
para penambang yang akan berangkat mengambil belerang
       Sampai di post awal pendakian kami memutuskan untuk segera balik ke Surabaya. Nah.. how about perjalanan ke kota??
        Gila, ternyata perjalanan yang kemarin gelap sama sekali dan naik turun itu memiliki pemandangan yang tak kalah spektakuler ( saya bingung harus ngomong apa lagi). Langitnya biru jernih. Kanan kiri bukit yang ditumbuhi semak (mirip savanna) dan kanan kiri mobil langsung jurang. Bagus tapi extrim. Di tengah perjalanan menembus hutan itu, mata saya  tidak sengaja melirik air terjun yang membuat pakde saya harus putar balik. (Hia,, ngrepotin aja saya)

kawah ijen
pemandangan keluar dari area hutan lingdgung ijen
          Saking menggebu-nya buat hunting foto, saya langsung aja nyemplung di air yang berwarna hijau tanpa pikir panjang. Sempet sih  bertanya “kok airnya hijau??” Tapi  tetep aja nyemplung. Satu detik… Dua detik.. “Huaa… Perih”. Bagaimana tidak, kaki saya yang sobek-sobek berdarah terkena air belerang hijau itu. Aduh rasanya…  ampun dah.

kawah ijen
air terjun yang konon airnya berasal dari kawah ijen

kawah ijen
warna irnya hijau banyak mengandung belerang
Balik ke Surabaya pakde saya mengambil jalur Bondowoso, Jember, Lumajang, Probolinggo, Pasuruan, Sidoarjo.  Disetiap  kota bude saya   mampir  buat beli oleh-oleh. Mulai dari tape manisnya Jember, sampai pisang agungnya lumajang.
Nah. Kalau dikira-kira dalam dua hari satu malam saya sudah berkeliling setengah Jawa Timur. Hore…
Saya bigung dengan teman saya yang barusan juga ke kawah ijen. Katanya pemandangannya jelek. Lha gimana bisa?? Orang pemandangannya bagus banget.
NB: saya saranin kalau kesana
1.       Bawa  penutup telinga yang anget karena diatas gunung anginnya  kenceng.
2.       Jangan lupa bawa dan pake masker karena debunya banyak berterbangan
3.       Berangkat mulai sore aja biar mulai masuk kawasan hutan masih banyak temanya.
4.       Bayar disetiap post registrasi. Yah minimal 10 ribu lah. Syukur-syukur lebih sebagai ucapan trimakasih.

kawah ijen
So salam manis traveling dari saya.