“Our task must be to free ourselves by widening our circle of compassion to embrace all living creatures and the whole of nature and its beauty” – Albert Einstein - 

Sejak pulang ke Tulungagung, saya semakin jarang pergi ke luar kota. Apalagi jika hanya untuk main-main saja #astaga muleh nang deso tenan. Tapi ada sisi baiknya, saya bisa meng-discover tempat-tempat yang dulu saya tidak bisa kesana. Ditambah tak perlu merogoh kocek yang dalam, bekal bensin penuh dan bisa buat beli bakso ato es sudah bisa jalan. Hehehe... Tempatnya juga tak butuh waktu lama. Paling poll jauh hanya 1 jam dari rumah. Itupun pantai yang sudah masuk perbatasan kabupaten. #nikmat mana yang kau dustakan. Ini juga bisa menjadi tips-tips untuk temen-temen yang pingin dapat foto-foto cakep tapi tak perlu jauh-jauh, nah bisa nih explore daerah kalian dan potret pake sudut yang berbeda. Seperti taman, sawah, tetangga desa. Koleksi foto tulungagung saya upload di instagram saya di @winona.andnindyara ato klik disini.

Postingan kali ini saya ambil di daderah persawahan deket rumah, sekitar 15 menit dari rumah. 

Oww ya sekalian saya mau bahas nih bagaimana membuat foto ala innobacktrav. Dalam kumpulan foto-foto disini saya  mengambil tema alam. #btw saya juga masih belajar dunia fotografi ya jadi ya… standart gitu fotonya. Biasanya saya mengambil latar dengan warna hijau kalau tidak biru. Disatu sisi, foto say menampilkan pesona Tulungagung di tempat yang tidak booming sama sekali. Seperti di pinggir jalan atau di tepi sawah orang. Hehehe.. 

Ow ya… sedikit curhat juga, semakin lama area persawahan sudah berubah fungsi jadi pertembokan. Nah.. yang lebih ironi lagi, Indonesia yang dijuluki lumbung padi Asia sekarang malah sama sekali tidak mampu export beras. Yang ada kita impor beras. Beda sama tengga sebelah, Thailand yang mana daerahnya itu tidak sesubur Indonesia tapi mereka mampu menghasilkan tanaman yang jumlah yang banyak bahkan sampe export. Duhh.. #pingin tepok jidad. Untuk generasi melenia, yukss ubah mindset. Mau makan apa kita klo semua berubah jadi bangunan. Batu bata??



















BONUS, ikut terupaload, loc jembatan ngujang 2








hutan lindung rusa maliran
rusa maliran yang ramah terhadap pengunjung


Apa sih yang tidak ada di Indonesia?? Flora?? Fauna?? Bahkan banyak sekali spesies-spesies yang belum teridentifikasi. Indonesia itu kaya sekali, mulai jenis burung saja sudah membentuk satu buku dengan spesifikasi yang beda-beda walaupun sekilas sama. Belum lagi jenis kupu dan serangga, duh sampe bingung bagaimana menghapalnya. Itu masih fauna yang kecil, ditambah lagi fauna yang besar alias mamalia aja, wah satu perpustakaan kecil sudah dapat dibuat. Tapi sungguh disayangkan. Beberapa spesies sudah mulai terancam punah. Ini dikarenakan pemburuan liar dan habitatnya yang rusak, hutan beralih fungsi menjadi lahan perkebunan atau lahan pertanian, dan yang terbaru menjadi lahan pariwisata yang tambah makin rusak.
Beberapa langkah yang dilakukan untuk menjaga spesies-spesies tersebut dibuatlah suaka marga satwa atau hutan lindung. Oww ya hutan lindung dengan suaka marga satwa beda lho ya. Hutan lindung cenderung melingkupi area yang lebih sempit daripada suaka marga sarwa.  Tentu spesiesnya juga tidak sebanyak di suaka marga satwa.  
Salah satu hutan lindung yang dekat dari rumah adalah Hutan Lindung Maliran atau Maliran Deer feeding ini terletak RPH Sumberringin, di kecamatan Ponggok, kabupaten Blitar. Sekitar 45 menit diakses dari Tulungagung via Srengat. Hutan lidung ini menangkarkan rusa jenis Cervus temorensis yang disubspesieskan Cervus temorensis russa alias rusa endemic jawa.



hutan lindung rusa maliran
Rusanya bisa dipegang

hutan lindung rusa maliran
Dikelilingi pohon yang rimbun pula


hutan lindung rusa maliran
Rusanya berpose

hutan lindung rusa maliran
pas banget sama latarnya yang biru

hutan lindung rusa maliran
dia cuma beda gaya kepala aja


Ow ya sebagai pengenalan saja, rusa di Indonesia dibedakan menjadi tiga jenis yakni Rusa Sambar (Cervus unicolor) memiliki ukuran yang paling besar yang biasanya ditemukan di Kalimantan dan Sumatra, Rusa timor (Cervus timorensis) memiliki ukuran di bawah rusa sambar, Rusa Bawean (Axis kuhli) rusa yang paling kecil dan Kijang, jenis rusa namun beda (yang membedakan jumlah cabang tanduknya).
Perbedaan rusa dan kijang
ini dia perbedaan rusa. sumber  : alamendah.org

Balik lagi ke cerita awal, di penangkaran Maliran ini pengunjung bisa memegang rusanya langsung sambil memberi makan. Atau bisa juga foto selfie sambil dikerubuti rusa-rusa. Tenang, rusa disini sudah jinak. Tapi jika teman-teman mengajak anak kecil masih tetap hati-hati ya. Disana juga sudah ada penjual makanan rusa (kangkung atau kacang panjang) jadi pengunjung lebih mudah berinteraksi dengan rusanya langsung. Rusa dilepaskan di wahana hutan dengan sedikit padang savanna semak yang dibatasi dengan kawat di area yang luas. Kalau pengunjung ingin lebih menjelajah mengejar rusapun masih sangat bisa, hehhehe. Tempat ini sangat cocok sebagai tempat edukasi untuk anak-anak karena juga dilengkapi dengan wahana permainan yang ecofriendly. Oww ya terahir tiket masuknya dibandrol 10.000/orang.  Jadi.. kalau temen-temen ingin mengajak anak, adek, sepupu untuk mengenal rusa lebih dekat, bisa nih menjadi tenpat rekomendasi. Tinggal nunggu waktu libur sambil nabung dulu. Selamat berlibur teman-teman. 


hutan lindung rusa maliran
ada jga taman bunga yang mulai ditata


hutan lindung rusa maliran
padang savana

duhh,, rusanya kok jutek sih


nunut manas



Hello semuanya selamat datang di tahun 2020…. Apa yang kalian lakukan  untuk mengakhiri 2019 kemarin?? Mengakhiri tahun 2019 kemarin saya memiliki petualangan yang sedikit memicu andrenalin.  Well. What’s that?
Indonesia di karuniai Tuhan dengan berbagai macam bentang alam. Salah satu yang paling memukau adalah tebing-tebing tinggi yang mempesona dan sangat cocok untuk memicu andrenalin. Di Pulau Jawa tebing tertinggi diraih oleh Gunung Parang di Purwakarta dan yang kedua adalah Tebing Sepikul, Gunung Sepikul, Watulimo Trenggalek.

Beauty of Sepikul Clift,
Tenda kami langsung di bawahnya 

            Mengakhiri tahun 2019 yang entah tahun apa menurut saya, saya berkunjung ke kota tetangga. Sama saja sih sebenarnya, wong  bisa ditempuh 45 menit dari rumah. Kunjungan saya ke Tebing Sepikul Trenggalek ini dalam rangka diajak oleh senior saya yang menjadi sponsor dalam reoni pemanjat tebing se Jawa-Bali yang diadakan di Tebing Sepikul Watulimo. Wah kapan lagi ya bisa dapat kesempatan mencoba tebing Sepikul dan gratis pula.
            Acara dibuka pada tanggal 30 Desember, dan saya berangkat bersama my little brother Siklud, dan mengajak Itong dan War Kami berangkat sore dan tiba di lokasi sekitar pukul lima sore menjelang magrib. Walaupun menjelang magrib, namun masih tampak beberapa pemanjat mempersiapkan tali di tebing. Woww.., tangan saya rasanya sudah berkeringat melihat tebingnya yang begitu tinggi.  Saya pernah mencoba wall climbing saja pada point ke 10 saya sudah menjatuhkan diri saking ndak kuatnya menahan beban tubuh, apalagi tebing ini. Oww ya.., ngomong-ngomong tebing ini terlihat jelas ketika teman-teman akan pergi ke Pantai Karanggongso Trenggalek, pasti akan meliwati lereng Gunung Sepikul.
            Kami mendirikan tenda  untuk bermalam, jaraknya kurang lebih dua puluh meter tepat dibawah tebing yang vertikal dan luar biasa indah. Jujur yes, ini adalah pengalaman pertama saya melihat tebing vertikal langsung yang tinggi sekali melebihi tebing di Gunung Budeg. Ada beberapa tenda juga yang sudah didirikan. Mungkin tenda para komunitas tersebut yang sudah mempersiapkan dari kemarin. Malam harinya, senior saya ternyata juga mendirikan tenda tepat disamping tenda saya bersama keluarga kecilnya. Kebetulan kami janjian bertemu langsung di lokasi.
            Esok harinya kami memang sengaja memasak lebih awal agar segera bisa bermain diantara ketinggian-ketinggian itu dan segera hengkang untuk melanjutkn kunjungan ke river tubing. Oww ya lama tidak memasak di atas kompor kecil, kali ini rasanya sesuatu banget untuk saya. Walapun hanya nasi putih telur rebus, mie instan dan sop.
Selamat datang di sepikul, Mas Munis dan istri 

lets take a trip 

Persiapan Naik Vera Ferrata

            Karena dikejar waktu dan juga kaum lemah yang bisa dipastikan tidak bisa memanjat lebih tinggi dari dua meter, hehehe…, kami mencoba panjat tebing Via Ferrata. Apa itu panjat tebing Via Ferrata?? Panjat tebing melalui besi-besi yang sudah ditancapkan di tebingnya. Jadi kayak isi streples besar terpaku di batu sebagai pijakan kaki kita. Walapun sudah ada pijakannya, ehh tapi jangan salah. Andreanalin masih dipompa. Apalagi tujuh besi pertama bisa dilepas dari tebing dan pengaman kami belum terpasang di tali. Wow luar biasa sesuatu itu.  Oww ya panjat tebing Via Ferrata ini hanya ada dua di Indonesia, pertama di Gunung Parang Purwakarta dan di sini, Tebing sepikul.
            Guide kami namanya mas andra, dia adalah anggota comunitas panjat tebing Trenggalek. Waktu itu saya sempat beratanya berapa harga panjat tebing normal jika idak ada event seperti ini ini. Dan katanya dibandrol dua rausribu tiap orang. OMG.., best moment banget kali ini rasanya. Trimakasih Gusti.
            Ow ya thanks to komunitas panjat tebing se Jawa-Bali, Basecamp Outdoor store sebagai salah satu sponsor yang mengajak kami, Itong dan war sebagai sie konsumsi kami. Hehehe. Amazing experience..
           
Look, betapa tingginya, tebing tertinggi kedua 
First Step, hati-hati karena tangga tidk tidak di lem 

fullteam, mari kita coba 

Semangat teman-teman, hati-hati menginjak besinya 

Tinggi juga ternyata 

Ayo klud pasang karabiner di tali yang benar 

Akhirnya kita sampe juga, dipertengahan 


pingin tak lepas bentar rasanya ni tangan 

lagi dung fotonya kurang banyak tadi.