Ada yang tahu situs pemandian jolotudo Di kaki gunung penanggunangan?? Baca-baca dari internet, situs petirtaan Jolotundo merupakan peninggalan dari kerajaan Udayana Bali untuk raja Airlangga. Saya sih juga masih mencari-cari sebenarnya peninggalan dari kerajaaan mana. Tapi yang pasti lambat laut informasi baru bisa ditemukan kembali. oww ya.. btw saya mampir ke jolotundo setelah dari jombang kemarin. 

Biaya masuknya cukup sepuluh ribu. Karena waktu itu hari minggu, kawasan jolotundo cukup lumayan ramai dari berbagai golongan agama dan kepercayaan. Dari tempat parkir ke sendang air  tidaklah jauh. Cukup parkir, beli tiket masuk dan berjalan kurang lebih seratus meter kita sudah bisa melihat sumber air yang konon disucikan itu. Kawasan jolotundo dijadikan tempat suci untuk beberapa kepercayaan seperti agama hindu dan kepercayaan tradisional. Konon, air dari sumber jolotundo merupakan air terbaik nomor dua setelah air zamzam. Wah sepertinya ini perlu dicari lagi ilmunya kenapa air dari jolotundo memiliki kwalitas yang bagus. Setahu saya memang banyak perusahaan air mineral di Indonesia yang mengambil airnya dari pegunungan Arjuno Welirang yang masih gandeng dengan gunung Penanggungan. Secara geografis Candi Jolotundo berada di ketinggian sekitar 800 meter di atas permukaan laut (Mdpl) tepatnya di bukit Bekel, lereng barat Gunung Penanggungan. Jadi suasananya masih dikelilingi banyak pohon yang besar-besar yang rimbun dan dingin dan masih banyak ditemukan suara gareng yang sangat khas.
selamat datang di jolotundo
ini foto sebelum kita berangkat ke Jolotundo
ini bersama teman-teman baru yang baru pertama kalinya saya kenal hari itu

ini para ciwi-ciwinya



Kalau menurut saya suasanya mirip  sendang air yang di Bali yang kental dengan aroma dupa dan kemenyan. Di dinding sendang yang terbuat dari batu terdapat empat buah prasasti pendek dengan huruf jawa kuno yakni 1. Angka tahun 899 saka di dinding sebelah kiri, 2. Kata terbaca “Gempeng” di dinding ats sebelah kanan, 3. Kata terbaca “Udayana” di sudut tenggara, 4. Kata terbaca “Mragayawati” di sudut tenggara. Banyak sekali ahli yang sepakat tahun 899 saka merupakan tahun berdirinya pertirtaan Jolotundo. Bila demikian maka pada tahun tersebut Udayana telah berumur 14th. Cerita tentang penculikan Mrgawati yang sedang mengandung Udayana kiranya dapat disejajarkan dengan proses penmgusiran Udayana ke Jawa Timur ketika bali sedang dilanda Pralaya[1].

Sendang airnya dibentuk dari batuan adesit yang memiliki tiga tingkatan. Yang paling bawah berisi ikan yang besar-besar. Kalau dilihat-lihat sih menurut saya bentuknya mirip ikan gurami dan ikan emas. Gemes juga melihat ikan yang banyak dan besar-besar, tapi katanya tidak boleh diambil. Kolam pemandian letaknya lebih tinggi dari kolam ikan. Ibaratnya kolam ikan itu berasal dari air pemandian yang mengalir ke bawah. Banyak bapak-bapak ibu-ibu yang mandi disana yang konon airnya bisa membuat awet muda. Waduh kalau ini saya ndak tau juga ya, tapi jangan khawatir, dibedakan kok kolam antara laki-laki dengan perempuan. Sendang untuk perempuan berada disebelah kiri dan sendang untuk kaum lelaki berada di sebelah kanan. Sendang  yang terletak di tengah dan posisinya lebih tinggi dari sendang lainnya digunakan untuk mengambil air yang akan diminum. Seger sih airnya pake banget. Tapi rasanya seperti ada aroma dupa, bunga kemenyan di airnya. Hiks..

Di sekitar komplek sendang juga banyak sekali ditemukan gundukan candi-candi atau menhir. Duh sayangnya saya tidak sempat membaca keseluruhan informasi tentang potongan batu-batu tersebut. Mungkin karena saya sudah pusing dahulu karena aroma dupanya yang kental ketika masuk di kawasan itu. Nah, kebetulan juga mas-masnya mengajak ke situs candi yang posisinya lebih tinggi dari sendang air Jolotundo. Alhamdulillah paling tidak saya bisa menghindari aroma yang membuat pusing itu. Yaa,, walapun kami harus menanjak olahraga kaki menyusuri jalan setapak yang naik terus ditengah-tengah hutan. Kalian bisa paham kan apa yang saya maksud kan. hahaha.

Jalan setapak yang naik ini juga merupakan jalan menuju puncak gunung penanggungan via Jolotundo. Jadi kita seperti pemanasan akan naik gunung yang diperparah lagi karena saya salah memakai sepatu. Duhh,, tersiksa banget kaki saya.

Candi yang pertama kali kami bisa temukan setelah satu jam berjalan adalah Candi Bayi. Candinya sih berupa tumpukan batu-batu yang sudah tidak teratur dan berserakan dan hanya berbentuk balok. Mungkin ukuranya sekita 1,5-2 meter. Diatasnya candi bayi terdapat candi putri yang kemungkinnan masih satu peride dengan candi bayi dan sendang Jolotundo. Tapi karena kaki saya sudah lecet ndak karuan karena salah sepatu, saya memutuskan untuk menunggu mas-mas yang lain di candi Bayi ini.  



Sumber :
[1] https://www.kompasiana.com/mawan.sidarta/jolotundo-kisahnya-dahsyat-airnya-berkhasiat_552ac6956ea834c84d552d0b
foto bareng di depan pendopo. 
ini adalah cewek yang menggeret saya sampai bertemu teman-teman baru . Mbk A'yun namanya
ini ketika kecapekan sampai di candi Bayi 
setelah capek jalan kaki kita ngopi di warung. Mmm enak 
ini ada bang Opal dan Bang jo yang suka sekali dengan keris dan candi
ini para cowok-cowoknya yang asik ngopi disuasana yang dingin
bersama teman-teman maiyahan dari Surabaya


Hallo semuanya. Bagaimana semangat kalian di pagi ini?? Semoga selalu semangat ya. Oww ya ngomong-ngomong kalau kalian tidak semangat atau bisa dibilang kurang motivasi apa yang akan kalian lakukan? Baca buku? Dengerin musik? Atau malah pergi piknik?

Kadang ketika seseorang dalam kondisi down kurang semangat dan bingung berbuat apa mereka akan melakukan banyak hal. Nah, ada yang mengarah dalam hal positif tapi yang paling ditakutkan mereka mengarah pada hal negatif. Seperti di kehidupan metropolis yang tidak pernah tidur, banyak orang yang mengkonsumsi obat-obatan atau bahkan narkotika untuk menenangkan diri. Inilah yang perlu diwaspadai terhadap generasi penerus.

Kalau saya sih biasanya dengerin ceramah keagamaan atau kalau tidak gitu menyendiri dulu di kamar sambil menimang-nimang sejenak tentang apa yang terjadi. Ibu saya pernah berkata bahwa hidayah itu perlu dicari. Mungkin kita bisa mencarinya dengan membaca buku, dengerin ceramah keagamaan atau kadang bertemu orang baru.

                Sudah lama saya menyimak ceramahnya Cak Nun di Youtube. Kadang sempat kepikiran juga untuk bisa hadir langsung di acara tersebut. Nah kebetulan lagi malem minggu kemarin 4 November 2017 saya bisa hadir di acara Padhang Bulan di daerah Menturo, Jombang. Saya juga tidak menyangka bisa hadir juga pada akhirnya. Horeee Alhamdulillah.

                Berawal dari ajakan senior SMA saya untuk hadir diacara maiyahan yang akhirnya dititipkan ke temen-temen maiyah dari Surabaya. Sumprit, tak ada satupun yang saya kenal. Otomatis saya mengenal teman-teman baru. Sebelumnya sih saya biasanya menolak. Tapi karena kali ini malem minggu, ya saya ikut aja. Siapa tahu dapet ilmu baru, dapat kenalan baru atau ketemu jodoh disana (Uppsss).

                Btw ini bukan iklan, promo atau apalah. Saya hanya sekedar sharing pengalaman saya. Ini  merupakan pertama kalinya saya menghadiri acara sinau bareng Cak Nun atau biasanya disebut Maiyahan. Kesan pertama kali saya ketemu anak-anak maiyah dari Surabaya, OMG diluar dugaan saya. Penampilan mereka tidak seperti anak-anak pondok yang mau menghadiri pengajian. Sedikitnya saya merasa agak tenang karena sejujurnya saya bukan anak pondokan. Hahaha.

                Tiba di Jombang kurang lebih pukul sepuluh malam. Ehh.. Beje Busyet parkiran sudah penuh dan jalanan sudah dipenuhi berbagai lapisan masyarakat yang duduk di atas aspal yang siap mendengarkan.  Mulai dari anak muda, bapak-bapak, emak-emak seluruh lapisan ada. Saya sampai bingung sendiri untuk lewat. Dikit-dikit bilang “amet, nuwun sewu dan permisi”. Bahkan saya sudah tidak bisa masuk ke area depan panggung saking penuhnya orang.

Kalau ditanya materinya apa yang disampaikan, jujur saya lupa. Karena mungkin sudah separo ngantuk-ngantuk. Hahaha. Acara kira-kira jam sebelas malam sampai menyongsong subuh pagi esoknya. Tapi yang pasti acara tersebut sangat menggugah hati saya bagaimana seharusnya menjadi Bangsa Indonesia. Dan saya rasa banyak point-point penting yang disampaikan untuk membekali kaum muda Indonesia membangun masa depan.   

Minggu pagi, sepulang maiyahan kami main ke kolam Air Jolotundo di Mojokerjo. Untuk cerita lengkapnya akan saya lanjutkan di blog pribadi saya.

narsis dulu sebelum balik 

no caption

no caption