Hallo taman-teman semuanya. Duh..
sepertinya semakin lama saya semakin jarang update ya. Rasanya sih, ingin
sering-sering update tapi apalah daya dompet tak bisa mendukung. Hahaha...
Karena sangat sudah lama saya ndak nggunung, liburan
kemarin, sempet ndak sempet saya harus pergi ke gunung. #kayaknya sedikit agak
maksa. Karena rasanya kangen sekali dengan aroma dan nuansa gunung. Terutama suara
gareng pong yang berisik sekali ketika masuk ke hutan.
Oww
sebenarnya saya sudah pernah posting tempat ini beberapa waktu yang lalu. Tapi mungkin
kala itu kami hanya main tiktok langsung pulang tanpa menginap di atas. Pernah juga
dulu waktu pergantian tahun ketika SMA kami merayakannya juga di atas. Kala itu
jalur
track masih alami dan belum
terkenal seperti sekarang.
|
menyambut pagi dengan semangat baru |
Sepertinya
Gunung Budeg bukanlah gunung yang asing lagi. Sering masuk TV ataupun diposting
fotonya di media sosial membuat pengunjung Gunung Budeg melonjak derastis. Apalagi
kala itu, setelah Gunung Budeg masuk dalam acara MTMA, duh.. rasanya banyak
orang yang pingin selfie dan menjadi hits kalau sudah foto di atas Gunung Budeg.
Bagus sih.. secara ndak langsung, melonjaknya pengunjung Gunung Budeg dapat
meningkatkan pendapatan penduduk disekitar. Apalagi dengan ketinggian sekitar
400mdpl dengan pendakian rata-rata 1 jam menjadikan Gunung Budeg sebagai bukit
yang sangat direkomendasikan untuk dikunjungi. Nah Gunung Budeg pun juga
menyimpan cerita legenda Tulungagung tentang Joko Budeg yang di kutuk ibunya
menjadi batu gara-gara tidak mendengar ibunya memanggil karena joko Budeg
sedang bertapa. Akhirnya dikutuklah ia menjadi batu dengan dikupluki dengan cikrak. Budeg dalam bahasa jawa artinya tuli dan
cikrak artinya keranjang untuk mengambil sampah. Jika kalian ke Gunung Budeg
lewat desa Sanggahan, kalian akan melihat seolah ada orang sedang duduk
menghadap ke barat dengan pohon di belakangnya. Konon, itulah yang
dimaksud patung Joko Budeg.
Kami berangkat
sekitar jam lima setelah hujan reda dari rumah. Yang anehnya disekitar Gunung Budeg
tidaklah hujan sama sekali. Untungnya sore itu di kawasan gunung Budeg cerah. Jadi
kami masih bisa mendapatkan foto sunset walaupun tertutup awan. Untuk tiket
parkirnya 5000k tiap motor. Sedangkan tiket masuknya 5000k untuk yang menginap
diatas. Ow ya..
kala itu yang berangkat
saya, Emon, dan Itong (temen saya SMA). Saya sempat juga menawarkan teman-teman
via status di W.A namun ternyata yang berangkat hanya kami bertiga. Hahaha #duh
kasian.
|
sunset di ujung barat Tulungagung. Photo by ITongs. |
|
menanti magrib ditemani burung malam. Photo by ITongs. |
|
ku sambut senja yang indah |
Oww ya
jangan kira, karena ketinggian Gunung Budeg hanya 400 mdpl medan yang akan
ditempuh akan mudah. Malah sebaliknya, medan curam, terjal berbatu, yang kadang
kala perlu bantuan tali akan banyak sekali dijumpai. Untuk Emon yang biasa main
ke budeg mungkin perlu waktu 1 jam untuk sampai ke puncak, sedangkan saya
mungkin sekitar 1,5
sampai 2 jam. Kalau
untuk pendakian malam hari mungkin tidak terlalu terasa dengan medannya yang
miring banget. Tapi, kalau kalian kesana siang hari apalagi ketika terik siang
menyengat, duh.. selamat kalian akan menemukan pendakian yang sebenarnya. Panas
terasa mungkin dikarenakan
start awal
pendakian terletak pada ketinggian 85mdpl tepat ketinggian kota Tulungagung. Berbeda
dengan pendakian gunung lainnya yang rata-rata sudah berada di dataran tinggi. Jadi
terasa sangat panas.
Gunung Budeg
ini termasuk deretan pegunungan Walikukun di Tulungagung dengan batas paling
baratnya adalah Gunung Budeg dan batas sebelas timurnya adalah bukit Gua Pasir.
Dari perbukitan yang membentang di dua kecamatan tersebut memiliki kawasan yang
masih misterius karena banyak situs-situs bersejarah. Seperti Candi Dadi dengan
ketinggian 365 mdpl yang terletak disebelah timur gunung Budeg, Gua
selomangkleng di desa Sanggarhan, Gua pasir di desa Pasir Njunjung. Bisa jadi
akan ditemukan lagi situs-situs bersejarah lainnya di antara bukit itu. Karena ketika
saya memandu Diklat Arismaduta, kadang teman-teman juga menemukan nisan-nisan
kuno disana. Kalau teman-teman ingin traveling kesana bisa hubungi saya dengan
menuliskan komentar di kolom komentar dibawah.
Kembali
lagi di cerita saya tadi, karena magrib kami rehat sesaat ditengah perjalanan untuk
melaksanakan ibadah. Boleh percaya boleh tidak sih, karena kepercayaan kami
kalau magrib aktifitas harus berhenti. Takutnya juga kalau nanti kita masuk hutan
malah “diganggu”. Wkwkwk Emon sampai
bilang ke saya kalau nanti ada sesuatu yang “tidak beres” dijalan, jangan diberitahu.
Singkat cerita jam 8 kurang
seperempat kami tiba di puncak. Kebetulan diatas ada dua orang yang sudah
mendirikan tenda, sedangkan kami
berencana mengejar sunrise esok pagi
di puncak sebelah timur. Otomatis dipuncak timur hanya ada kami bertiga malam
itu. Ditemani angin yang super kenceng sampai tenda kami sulit untuk berdiri
saking seringnya diterpa angin. Emon juara wes
malam itu mendirikan tenda sampai benar-benar berdiri tegak. #pelantikan emon
sebagai pendiri tenda terbaik di Budeg. Hahaha.
Tenda berdiri,
makan juga sudah, leyeh-leyeh menikmati bintang kota juga sudah saatnya kami tidur.
Nah.. disinilah cerita creepy
dimulai. Waktu itu Emon sudah lelap didunia mimpi, sedangkan saya dan itong
masih bercerita panjang dan lebar. (#Terutama tentang dilema basket antara dua
sekolah ternama di Tulungagung #sory ndak penting). Memang sih, malam itu anginnya
kenceng banget dan arahnya ke selatan. Kadang bayangan rumput bergoyang
menggeser kain tenda tampak dari dalam tenda. Atau kadang kata fiber tenda
pingin terbang aja rasanya. Nah karena asik bercerita separonya Itong mulai merasa
ngantuk, ia bersiap tidur. Suara Teng dipukul dari desa dibawah Budeg juga
terdengar. Itu artinya sudah lewat pukul dua belas malam. Itong bersiap untuk
tidur, ia menghadap kebarat sedangkan saya masih kedip-kedip ndak jelas karena ndak
bisa tidur. Sedangkan Emon sudah mimpi jauh ke benua Amerika. Dengan separo
kesadaran dan masih berusaha memejamkan mata, saya merasa seperti ada orang
sedang berjalan mengelilingi tenda kami. Yang saya tau rasanya memang beda
antara langkah dan angin. Separonya, saya juga sedikit parno mengingat tidak
ada lagi pendaki lain di puncak timur selain kami bertiga. Kalaupun ada dua
pendaki lain di puncak barat yang lumayan jauh jaraknya.
Karena ndak
jenak untuk tidur, sesesali saya membuka mata, nah.. ketika itu, tepat di dinding tenda sebelah barat
Itong, muncul bayangan orang sedang berjalan ke arah utara dengan cepat. “astagfirullah”
sontak saya teriak kaget. Saya membangunkan Itong untuk menemani saya keluar. Apakah
itu benar-benar orang atau “bukan”. Saya cek rumput disebelah tenda yang memang
arahnya ke selatan. Kalaupun tingginya juga tidak setinggi bayangan yang saya
lihat tadi. Duh.. saya mulai parno lagi. Karena memang tidak adalagi orang
selain kami bertiga. Setelah memastikan “itu memang bukan “orang” kami kembali
tidur lagi. Itong mulai menyumpel telinganya dengan headset sedangkan saya
masih bingung bagaimana menyumpel telinga saya agar tidak mendengar langkah kaki
“orang” diluar. Jujur ya, saat itu saya ketakutan. Perasaan saya, suara langkah
kaki itu masih terdengar mengelilingi tenda kami diluar. Saya sudah baca
surat-surat apapun, tapi kok tetep aja langkah itu terdengar diantara tiupan
angin yang menggeser rumput. Sampai pada akhirnya saya pasrah apapun yang akan
terjadi. saya ndak tau lagi berapa kali surat Al-fatihah yang saya baca sampai
tertidur dan bangun esok subuh.
Esok paginya
setelah puas foto-foto, bikin sarapan beres-beres tenda kami berangkat pulang. Saya
sempat berfikir tentang apa yang terjadi tadi malam. Separonya seru juga. Hahaha.
Walapun pengalaman itu bukanlah pengalaman pertama saya.
#Oww ya kalau teman-teman pingin
tau koleksi cerita creepy saya
kapan-kapan akan saya posting di blog. Trimakasih sudah mampir dan membaca. #salam
dolan
|
anak puncak budeg yang diambil dari tepi tebing |
|
numpang narsis dikit. hihihii |
|
Yuks bongkar tenda karna sebentar lagi udah panas |
|
Hibiscus cannabinus (Rosella Liar yang banyak tumbuh) |
|
ehh ada Onyet lagi sedang ngintip di tebing |
|
Lantana (Lantana camara) banyak sekali ditemukan disana |
|
kurang lebih jalannya kayak ginilah |
|
asoka liar (Sarca Indica,) tapi mungkin spesies yang lainnya |
|
puncak tersembunyi Gunung Budeg |
|
baru kerasa siangnya jalannya seperti apa sebenarnya |
|
Ada banyak bagian yang kita perlu menggunakan tali. |
Sumpah tulisanmu keren hmmm lanjutkan, ayo nuliso lagi, aku siap maen bareng lagi wkwkwk
BalasHapus#wenak... terimakasih IThong wes sempat main bareng sama kita.
Hapus#ojo waleh dan wedi lek kpaan2 ketemu hal aneh ndak masuk akal. hahaha.. #semoga bisa main lagi.
Wkwkwk yoi noo siap laksanakan, pokok kabar2
HapusTambahin time lapse video pas sunrise kayaknya oke juga No..
BalasHapuswihh mantab Mbk.. insyaAllah video masih dalam pengerjaan. Emon yang bikin hihihi. #trimakasih mbk ica udah mampir dan memeberi masukan. :D
HapusYah, kemaren ke Tulungagung cuman lewat aja.. Perjalanan pulang eh soalnya....
BalasHapusItu Gunung Budheg kelihatan enggak tah kalo dari jalan utama..?
Kalo kelihatan sebelah mana ya..?
iya kakak. kelihatan banget di jalanan utama. dia bukit kecil disisi selatan. lho kakak pulang dari mana emang
HapusPas dari Lumajang...
HapusRangkaian perjalanan dari Bromo..
Sampe Tulungagung udah sore soalnya.. Jadi ya gasspol terus.. hehe
Bukitnya ada banyak eh pas lewat Tulungagung tu.. Jadi g tau mana Gn.Budheg..
owala. iya bung. sebenre itu bagian dari deretan bukit gunung kidul yang terbentang dari jogja sampe banyuwangi yang membatasi laut dengan dataran. cuma kebetulan saja Gunung budeg bagian bukit yang tinggi dan tepat batas paling utara dan deket dengan kota
HapusSuoro angin iku
BalasHapusMmm 😓😓 ngunu ya. Ato mungkin efek kesyel hahaha
HapusKomentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus