 |
gunung tertinggi di kota saya, wilis mountain |
Memang sih belum
banyak daftar gunung di Indonesia yang saya kunjungi. Mungkin masih bisa dihitung dengan jari. Itupun masih
sisa. Dilihat dari postingan-postingan sebelumnya, saya baru sadar kalau gunung
yang pertama saya daki tambah belum terposting. Walah, padahal itu merupakan awal inspirasi muncul.
Gunung yang
paling pertama saya kunjungi masih berada satu kawasan kota saya. Kata
orang sih menyebutnya Gunung Wilis. Pendakian saya ke Gunung Wilis dalam rangka
pengambilan scraf anggota penuh club pecinta alam yang saya ikuti sewaktu kelas
satu SMA. Gunung Wilis dipilih untuk
pendakian kami karena sudah sesuai dengan kategori gunung dengan ketinggian
lebih dari 2000mdpl. Lebih tepatnya 2563 mdpl dan letaknya tidaklah jauh dari
kota.
Medannya
masih sangat primitive. Jelan setapak yang hanya cukup untuk satu orang dan dihimpit
hutan-hutan tropis yang masih rimbun. Tanahnya humus yang lembab dan tentunya
banyak sekali pacet berkeliaran. Bahkan tidak sedikit teman-teman yang
tiba-tiba kaki, tangan bahkan sampai
telinganya keluar darah akibat digigit pacet. Itupun kalau tidak ketahuan. Kalau
ketahuan pun biasanya pacet udah segedhe jari kelingking saking banyaknya darah
yang disedot. Fiiuhhh…
 |
hutan-hutan topis wilis, kawasan disekitar watu godheg |
Belum
lagi kalau malam dingin banget dan gelap. Ditambah tidak adanya pos-pos
peristirahatan seperti gunung-gunung lainnya. Kata orang sih gunung wilis “wingit”
alias aura mistisnya masih sangat kental. Wehh.. tambah membuat saya semakin
parno saja. Rasanya setelah ini, saya ogah-ogahan lagi deh naik gunung.
Tapi
ternyata vegetasi akan berubah ketika kita sudah berada lebih dari ketinggian
2000mdpl. Banyak sekali tumbuhan paku di kanan kiri medan. Bahkan kalau
beruntung, aggrek hutan ataupun kantong semar bisa ditemui. Lumayanlah buat
oleh-oleh mengingat sulit banget mendapatkannya.
 |
puncak wilis yang didominasi tumbuhan cemara |
Pernah
juga ketika untuk kedua kalinya saya kesana, saya dan teman-teman (waktu itu cuma
berenam) mengalami hal-hal aneh. Waktu itu kami berangkat tiga hari sebelum puasa
dimulai. Kami mulai memasuki daerah hutan sekitar magrib.
Nah, kejanggalan pertama terjadi pada medan
yang kami lalui selalu berbelok kiri. Saya
baru sadar setelah satu
jam berjalan dan saya merasa sepertinya dari
tadi saya melewati jalan seperti ini. Jalan yang naik kemudian belok kiri
ditambah juga banyak sekali potongan-potongan daun pandan yang bertebaran. Loh..
kalau dipikir-pikir siapa yang ngasih pandan sebanyak ini?? Lagian hari seperti
pasti tidak mungkin ada pendaki.
Kejanggalan
kedua terjadi pada waktu yang seharusnya sudah tiba di watu godhek sekitar jam
delapan malam. Nah ini, sampai jam Sembilanpun kami belum sampai ke watu godheg.
Dan kejangalan ketiga terjadi ketika
kami sampai puncak wilis. Kami dikagetkan oleh seorang bapak-bapak yang
tiba-tiba muncul dan bertanya “mas, niki nopo sampun riyaden??” yang artinya “mas,
ini apa sudah lebaran??”. Lahh.. boro-boro lebaran, puasa aja belum pak. Saya jadi
bertanya-tanya “ ini orang suda berapa lama disini sampai hari,
tanggal, bulan aja ndak tau”.
 |
saya di puncak wilis, hore |
 |
tim saya pada pendakian kedua ke wilis |
0 komentar:
Posting Komentar